-->
logo

Penting! Membangun Kesadaran Spiritual di Tengah Ancaman Pandemi dan Jepitan Resesi Ekonomi

Hot News

Hotline

Penting! Membangun Kesadaran Spiritual di Tengah Ancaman Pandemi dan Jepitan Resesi Ekonomi


SKJENIUS.COM, Cikarang.-- Tak bisa dinafikan, sebagian besar dari kita, sudah tujuh purnama hidup dalam kegalauan dan kecemasan. Betapa tidak! Sejak Kasus Pertama COVID-19 diumumkan pada 2 Maret 2020, sampai hari ini, prahara ini telah memporakporandakan berbagai sisi kehidupan rakyat Indonesia.

Virus corona yang mewabah di berbagai daerah dan langkah-langkah preventif yang dilakukan tentu menimbulkan perubahan yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat kita. Semua permasalahan itu kemudian ikut berdampak pada sektor perekonomian Indonesia yang semakin terpuruk saat ini.

Parahnya lagi, sekarang Indonesia Resmi Teperosok ke Jurang Resesi. Pasalnya, Ekonomi Kuartal III-2020 Minus 3,49 Persen. Padahal, pada kuartal II-2020 ekonomi RI juga terkonstraksi alias negatif. Karema mengalami  kontraksi PDB dua kuartal berturut-turut secara tahunan membuat Indonesia resmi menyandang status resesi untuk kali pertama sejak 1999 atau 21 tahun silam.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira mengatakan dampak terburuk dari resesi adalah adanya PHK massal. Bhima merinci Indonesia telah mengalami 3 gelombang PHK tahun ini.

Gelombang PHK pertama terjadi pada waktu PSBB pertama, di mana sektor pariwisata, perhotelan, dan restoran terdampak. Kemudian, di Gelombang PHK kedua menyampu sektor industri manufaktur dan retail pada pertengahan Juni-Juli 2020.

"Nah gelombang ketiga PHK ini akan merata di hampir semua sektor, termasuk perdagangan, transportasi, dan bisnis properti," jelas Bhima kepada CNBC Indonesia.

Selain adanya gelombang PHK masal, angka kemiskinan juga bisa naik tajam karena masyarakat rentan miskin sedikit persediaan cashnya. Mau di sektor usaha mikro, kecil, dan menegah (UMKM) pun, kata Bhima masyarakat akan sulit. Karena perkantoran akan tutup, omset pasti akan menurun.

Menurut Bhima bertambahnya angka pengangguran dan kemiskinan ini harus diantisipasi, agar tidak mengulang kasus 1998. Bantuan pemerintah sebaiknya langsung dipercepat penyalurannya.

Ada Hikmah di Balik Wabah Corona

Saat ini sebagian besar dari kita hidup dalam kesulitan ekonomi dan khawatir terinfeksi virus corona. Parahnya lagi eskalasi pandemi ini terus bertambah setiap hari. Apalagi tak ada yang tahu pasti, kapan pandemi virus Corona ini berakhir. Situasi ini sangat rentan mengganggu kondisi kesehatan mental seseorang.

Kepanikan mengenai pandemi  virus Covid-19 terjadi, bukan hanya di negara kita, namun hampir disetiap negara. Virus yang telah menjalar di 118 negara itu telah menjadi perbincangan sejak akhir Desember 2019 hingga sekarang.

Namun dibalik wabah dan perasaan panik, ada hikmah atau hal positif yang sebenarnya bisa kita petik. Pasalnya, di tengah kegalauan, kecemasan dan ketakutan itu, berbagai aksi solidaritas, tolong-menolong, maupun gotong royong dalam membangun kehidupan bersama tumbuh dan mekar. Hal inilah yang memunculkan semangat optimisme.

Bahkan kesadaran spiritual – kesadaran dalam membina relasi atau hubungan dengan Tuhan maupun sesama – juga muncul di tengah pandemi tersebut. Kesadaran itulah yang menjadikan manusia kuat dan tetap bertahan dalam situasi ini.

Fundamental Lessons from the COVID-19 Pandemic

Kita bersama saat ini berada di tengah ujian keimanan di seluruh dunia yang telah mengubah hidup kita tanpa bisa dikenali. Ini merupakan tantangan di tingkat global. Tetapi ini juga merupakan tantangan di tingkat nasional.

Orang-orang di seluruh dunia berada dalam kesulitan, berjuang di rumah, di rumah perawatan dan unit perawatan intensif, meninggal karena sebab yang sama, terpisah dari orang yang mereka cintai pada saat-saat membutuhkan. 

Sekarang kita harus mematuhi Social Distancing, dilarang berkerumun. Karena itu perlu juga melakukan Physical Distancing, dilarang sembarangan  berpegangan tangan dan memeluk mereka yang kita cintai, anak, cucu dan kerabat dekat.

Pasalnya, untuk setiap tindakan kontak fisik - setiap ekspresi cinta kasih fisik dan welas asih  - bisa membawa penyakit dan kematian. Inilah realitas kehidupan kita saat ini.

Namun demikian, ibarat sebuah mata uang, Pandemi Covid-19 dan Resesi Ekonomi sesungguhnya mempunyai sisi negatif dan positif. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Karena itulah, seiring dengan ikhtiar kita bersama mengatasi wabah coronavirus ini dan kemelut ekonomi, maka kita pun harus melihat sisi positif dari masalah yang kita hadapi hari ini.

Sebagian orang Beriman dan Berakal kita harus mampu membaca Pesan Ilahiyah yang disampaikan Sang Pencipta melalui kejadian yang Extraordinary ini. Semoga kejadian luar biasa ini dapat membangkitkan Kesadaran Spiritual kita bahwa betapa tak berdayanya kita di hadapan Kuasa Allah.

Selama ini, mungkin banyak diantara kita lupa bahwa di balik daya dan upaya dirinya itu ada Kekuatan Yang Maha Kuasa. Pasalnya, kita hidup di era global yang berada dalam cengkeraman Sekularisme-Kapitalisme.  Era Millenium adalah zaman ketika manusia merasa telah menemukan dirinya sebagai kekuatan yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Manusia dipandang sebagai makhluk yang hebat, yang independen dari Tuhan dan alam.

Manusia di era global dan sebagai konsekwensi sekularisasi dan kapitalisme, melepaskan diri dari keterikatannya dengan Tuhan (theomosphisme), untuk selanjutnya membangun tatanan manusia yang semata-mata berpusat pada manusia (antropomorphisme). Manusia menjadi tuan atas nasibnya sendiri, yang mengakibatkan terputusnya dari nilai-nilai spiritual. Akibatnya, manusia modern, terutama di “Barat” pada akhirnya tidak mampu menjawab persoalan-persoalan hidup sendiri.

Karena itulah mereka terkapar menghadapi Wabah Corona. Dalam tempo tiga bulan, Amerika Serikat dan sekutunya  di Eropa terjungkal ke jurang resesi bersama 44 negara Kapitalis lainnya. Duniapun menghadapi Krisis Ekonomi Global. Bahkan, Dana Moneter Internasional (IMF) Mengingatkan Krisis Ekonomi Corona Bisa Lebih Parah dari 1930.

The Journey Inward: Dhikr as a Path to Awareness

Dalam menjalani kehidupan, banyak hal yang berada di luar kendali manusia. Apalagi resesi ekonomi di tengah eskalasi pandemi. Tetapi, akan sangat mungkin untuk mengendalikan tindakan dan respon kita terhadap hal-hal di luar kendali tersebut. Untuk melakukan respon yang positif, kita perlu menumbuhkan kesadaran tentang bagaimana pikiran bekerja dengan berzikir.

Ketika berzikir, kita mendedikasikan sejumlah waktu dan berupaya untuk mengatur nafas serta berusaha untuk menjadi setenang yang kita bisa. Untuk melatih kesadaran, justru kita mesti mengenali pikiran kita sendiri, apa saja yang diinginkannya, dan bagaimana ia termanifestasi dalam kehidupan kita. Dengan begitu, kita akan lebih mengenal diri sendiri dan lebih bisa memahami bagaimana seharusnya kita bersikap dan merespon suatu hal di dalam kehidupan.

Saat bernapas, kita akan merasakan kesadaran penuh bahwa kita sedang bernapas. Awalnya, mungkin kita bisa dengan tenang membiarkan diri kita bernapas dengan sadar. Lambat laun, kesadaran ini berkembang dan berubah menjadi pikiran-pikiran atau imajinasi yang berjalan “liar”.

Apakah itu wajar? Ya, itulah pikiran kita. Saat itulah pikiran kita mulai mengeluarkan “suaranya” sehingga kita akan lebih menyadari apa saja yang terdapat di dalam pikiran kita dan bagaimana menghadapinya.

Memberikan ruang kepada pikiran untuk mengekspresikan diri adalah langkah pertama untuk mengenal pikiran dan belajar memanfaatkan kekuatannya. Ketika menyadari bahwa pikiran kita telah berkelana, maka kita akan kembali menyadari napas dan alunan suara alam lain yang sebelumnya kita resapi. Praktik seperti ini akan terjadi berulang-ulang dan inilah yang kita sebut sebagai latihan kesadaran.

Singkatnya, berzikir bukan hanya ibadah sunnah,  melainkan juga tentang bagaimana kita belajar mengenal diri sendiri. Jadi, zikir  pada dasarnya merupakan sebuah perjalanan ke dalam diri manusia sendiri. Nah, sudah siapkah Anda untuk Berzikir?

Bisa jadi masyarakat modern di era global yang memiliki fasilitas transportasi canggih merasa telah melanglang buana, bahkan telah melakukan perjalanan ke planet lain, namun amat mungkin masih miskin dalam pengembaraannya dalam upaya mengenal dimensi batinnya, bahwa ia adalah makhluk spiritual.

Pencapaian sains dan teknologi memang membuat manusia lupa bahwa dirinya adalah makhluk spiritual, sehingga ia menjadi terasing dari dirinya sendiri dan dari Tuhannya. Inilah yang disebut situasi kehampaan spiritual. Dan itu terjadi akibat gaya hidup serba kebendaan di zaman modern (era glogal) yang menyebabkan manusia sulit menemukan dirinya dan makna hidupnya yang terdalam.

Karena itulah kita harus bersyukur pada Allah yang telah mengutus Virus Corona untuk menyadarkan kita dari keterlenaan kebendaan akibat hidup dalam cengkeraman Sekularisme-Sekularisme-Kapitalisme. Jadi, Dibalik Wabah Virus Corona (Covid 19) yang diturukan Allah ke bumi ini ada hikmah yang  mendidik Manusia untuk meningkatkan kesadaran spiritual dan kekuatan Iman. (az).

This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.