-->
logo

MANUNGGALING RASA : Bagaimana Menjadi Manusia Indonesia Seutuhnya?

Hot News

Hotline

MANUNGGALING RASA : Bagaimana Menjadi Manusia Indonesia Seutuhnya?


SKJENIUS.COM, Cikarang.-- DUH! Indonesia masuk ke jurang resesi ekonomi. Mau tidak mau, rakyat harussiap menerima imbasnya. Pasalnya, resesi akan berpengaruh pada pasokan atau supply barang yang turun secara drastis, namun permintaan tetap. Akibatnya harga-harga jadi naik, yang dapat memicu inflasi.

"Dampak paling besar resesi adalah merosotnya daya beli, karena pendapatan masyarakat hilang atau bahkan terpangkas, sehingga mereka tidak bisa membeli barang secara normal, karena harus menyesuaikan dengan pendapatan," kata Ekonom Institute Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, melalui tulisan ringkas ini saya ingin mengajak para pemirsa untuk tafakkur sejenak agar kita bisa merenung dan refleksi diri, sehingga kita bisa menemukan akar masalah dari kemerosotan ekonomi yang kita hadapi bersama pada hari ini. Dengan demikian kita bisa merumuskan solusi terbaik untuk mengatasi kemelut ekonomi ini.

Sebagaimana sudah kita alami dan rasakan bersama, dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, tentu tidak terlepas dari peran manusia Indonesia, sang pengelola utama segala sumber daya Indonesia. Jadi, apapun dan bagaimanapun kondisi bangsa Indonesia saat ini adalah buah tangan atau hasil kreasi manusia Indonesia.

Maka, disadari atau tidak, setuju atau tidak, keterpurukan perekonomian Indonesia saat ini tak terlepas dari kegagalan manusia Indonesia dalam mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola Kekayaan Sumber Daya Alam yang Berlimpah. Sehingga sampai hari ini rakyat Indonesia, masih banyak yang terpuruk dalam kemiskinan dan pengangguran.

Sekalipun kita tidak bisa menafikan dampak negatif yang ditimbulkannya oleh Pandemi Covid-19, namun nyatanya sepanjang tahun 2014-2019, sebelum wabah corona, perekonomian Indonesia gagal meroket. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia sepanjang 2019, hanya Mentok di 5,02 Persen.

Bahkan, makin Loyo! Pada Kuartal IV-2019, PDB Hanya Tumbuh 4,97%, Terendah Sejak 2016. Kemudian tersungkur pada Kuartal I (Q1) 2020 hanya mencapai 2,97 persen. Lalu terpuruk pada Kuartal II-2020 Minus 5,32%. Akhirnya, Indonesia Resmi Masuk Jurang Resesi karena Ekonomi Kuartal III-2020 Minus 3,49 Persen.

Jadi, mau diakui atau ditolak, faktor penyebab resesi, tak terlepas kegagalan pemerintah dalam menangani pandemi dan memulihkan ekonomi. Dan pada saat kita berbicara soal pemerintah, berarti kita bicara soal Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Pasalnya, Maju atau Mundurnya Suatu Negara Bergantun pada Kualitas SDM. Betapa banayak negara kecil dan miskin sumber daya alam tetapi kaya akan kualitas SDM-nya, rata-rata menjadi sebuah negara yang maju, makmur dan modern. Sedangkan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang luas, tetapi tidak memiliki SDM yang berkualitas maka biasanya tingkat negara tersebut akan mundur.

Karena itulah, membangun Manusia Indonesia Seutuhnya merupakan hakikat pembangunan nasional Indonesia. Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah atau kepuasan batiniah, melainkan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara keduanya sekaligus batiniah. Sebagaimana hal tersebut tersirat dalam lagu Indonesia Raya, "Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya”

Membangun Manusia Indonesia dalam Cita dan Realita

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf : 96).

Kata ‘barakah’ dalam ayat di atas bermakna kebajikan yang berlimpah. Puncak kebajikan yang berlimpah adalah sumber daya manusia dan peradaban yang unggul. Toto Tentren Kerto Raharjo. Gemah Ripah Loh Jinawi. Baldhatun Thayyibah wa Rabbun Ghafur.

Namun sayangnya dalam usia 75 tahun kemerdekaan Indonesia masih tergolong negara berkembang. Kualitas SDM yang rendah telah menjadi penyebab utama Indonesia sulit menjadi negara maju. Dari Laporan yang dirilis oleh World Economic Forum yang berjudul Global Human Capital Report 2017, Indonesia berada di peringkat ke 65 dari 130 negara. Posisi Indonesia masih lebih rendah dari beberapa Negara ASEAN, seperti Singapura (11), Malaysia (33),

Oleh karena itu, penyataan “Membangun Manusia Indonesia Seutuhnya,” masih jauh panggang dari api. Nampaknya, masih belum beranjak dari tataran slogan dan retorika belaka.

Maka, sekali lagi saya mengajak para pemirsa untuk tafakkur sejenak. Mari kita renungkan dan kita refleksikan diri kita, bangsa kita, dengan penuh keikhlasan dan kejujuran, sudah sejauh mana implementasi “Membangun Manusia Indonesia Seutuhnya,” sebagai hakikat pembangunan nasional Indonesia sudah kita laksanakan?

Pasalnya, membangun manusia Indonesia seutuhnya adalah titik pangkal (turning point) dari setiap usaha dan amal shaleh seluruh manusia Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur. Maka, pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebuah keniscayaan karena aset paling penting dari bangsa Indonesia ialah manusianya.

Karena itulah, Pembangunan SDM seharusnya menjadi fokus utama  bangsa ini. Untuk itu, perlu kita sadari bahwa komponen paling penting dalam berlangsungnya kehidupan berbangsa dan bernegara adalah manusia.

Manusia sebagai warga negara yang mengelola seluruh komponen-komponen pembentuk struktur keberadaan suatu bangsa seperti sumber daya alam, posisi geografis negara, keberagaman, komposisi penduduk, warisan filsafat dan nilai-nilai suatu bangsa, dan manusia itu sendiri. Jelas, bahwa manusia adalah satu-satunya pengelola segala sumber daya bangsanya.

Dengan demikian, sistem pendidikan seharusnya sebagai upaya  mengembangkan semua potensi (kecerdasan holistic) sehingga outcome pendidikan kita adalah manusia yang utuh dengan potensi-potensi kemanusiaannya. Artinya pendidikan hendaknya membangun manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (insan kamil).

Nah, sudahkah Pendidikan Indonesia menghasilkan output yang menjadikan peserta didik sebagai Insan kamil Indonesia? Wallahu a’alam!

Realitanya, paradigma pendidikan Nasional yang cenderung sekuler-materialistik belumlah menghasilkan manusia Indonesia seutuhnya. Pendidikan yang sekuler  ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik yang berkarakter Indonesia.

Bahkan, sejak konsep pendidikan berorientasi pada pasar, tuntutan ekternal, aspek-aspek pendidikan ideal menjadi terlupakan. Tragisnya, ironisnya menjadi orang yang bebas yang kemudian diidentifikasikan menjadi i manusia yang mampu (berkompeten) dengan indikator ketuntasan kompetensi minimal (KKM) lebih diarahkan pada kemampuan menaklukan pasar tenaga kerja global.

Dengan kata lain, pendidikan kita seakan didesign, hanya untuk menghasilkan "baut dan mur" untuk dipasangkan pada mesin neoliberalisme global. Konsekuensinya pendidikan untuk membangun jati diri sebagai bangsa yang harusnya memiliki karakteristik Indonesia menjadi terkikis?

Apa yang disebut karakter tidak lebih sekedar kemampuan beradaptasi sesuai keinginan pasar tenaga kerja global, yang kadang menuntut pengorbanan mendalam dari nilai-nilai luhur bangsa yang seharusnya dipertahankan terutama nilai nilai yang paling mendasar yakni dengan mengembangkan Sistem nilai nilai Ketuhanan Yang Maha Esa atau religiusitas dan Nilai-nilai Luhur Budaya Nusantara yang berbasiskan Spiritualitas.

Manunggaling Rasa, Cipta dan Karsa

Berbicara soal pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia, maka perlu disadari bahwa kekuatan manusia pada dasarnya tidak terletak pada kemampuan fisiknya atau kemampuan jiwanya semata-mata, secara individual, melainkan terletak pada kemampuannya untuk bekerjasama dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dalam masyarakat itulah manusia membentuk kehidupan, menciptakan kebudayaan, yang pada akhirnya membedakan manusia dari segenap mahluk hidup yang lain, dan mengantarkan umat manusia ke tingkat mutu, martabat dan harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada zaman sekarang dan zaman yang akan datang.

Sadar atau tidak, setiap orang menetapkan sasaran masing-masing dalam hidupnya. Dalam kenyataan kehidupan pada umumnya orang mengejar kekayaan, kedudukan, kekuasaan, kemulyaan, dan keterkenalan. Ada juga sebagian orang yang menetapkan sasaran hidupnya dalam bentuk pencapaian berbagai ilmu, baik ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ‘kawaskithan’ (ilmu pengetahuan) maupun ‘kawisesan’ (spiritual).

Pertanyaannya, “Apakah betul bahwa kekayaan, kedudukan, kekuasaan, kemulyaan, keterkenalan dan berbagai ilmu itu merupakan sasaran atau tujuan hidup? Kalau semua hal tersebut dapat dicapai, bukankah orang akan bertanya : Untuk apa itu semua?”

 Bertanya ‘itu semua untuk apa’ inilah yang sering dilupakan orang sehingga mengejar kekayaan, kekuasaan dan sebagainya itu seakan-akan merupakan tujuan hidup. Orang baru menyadari bahwa itu semua bukan sasaran atau tujuan hidup pada saat sudah terlambat dan waktunya sudah hampir habis.

Kearifan Lokal yang ada di Nusantara yang diwariskan oleh Nenek Moyang kita, menyatakan bahwa ‘sarana dalam’ (diri maniusia) ada tiga, yaitu rasa, cipta dan karsa.

Apakah cipta, rasa dan karsa itu ? Cipta, rasa dan karsa pada dasarnya adalah tiga kekuatan (power) yang hanya diberikan oleh Sang Pencipta kepada manusia. Jadi hanya manusia yang memiliki kekuatan cipta, rasa dan karsa.

Cipta, rasa dan karsa merupakan tiga kekuatan manusia, tetapi masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Kalau ketiga kekuatan ini dapat ‘menyatu’, maka akan  menjadi satu kekuatan manusia yang dahsyat dan bermafaat bagi kehidupan manusia.  Karena itulah, Budaya Nusantara  menekankan pentingnya penciptaan  keadaan dimana ketiga kekuatan tersebut menyatu atau ‘manunggal’.  Ungkapan ‘manunggaling cipta, rasa lan karsa’ sudah banyak dikenal orang awam, hanya belum banyak diketahui maknanya.

Manunggal arti harafiahnya adalah menyatu, tetapi makna sebenarnya  tidak mudah dipahami begitu saja. Air dengan minyak juga dapat menyatu tetapi tidak manunggal. Gula dalam air juga dapat menyatu dalam arti larut yang dengan suatu cara masih dapat dipisahkan lagi. Oleh karena itu ‘manunggaling cipta, rasa dan karsa’ memerlukan penjelasan yang lebih dalam dan luas untuk pemahamannya.

Sebenarnya cipta, rasa dan karsa tidak menyatu karena masing-masing tetap menjalankan fungsi masing-masing. Meskipun tetap mempertahankan fungsi masing-masing, ketiga kekuatan tersebut mengikuti secara alamiah suatu ‘hirarchie’ tertentu. Dengan mengikuti hirarchie tersebut maka ketiga kekuatan tersebut akan mencapai suatu sinergi

Menjadi Manusia Indonesia Seutuhnya

Sadar atau tidak, suka atau tidak, terpaksa atau tidak, kita adalah orang-orang hidup yang berdomisili di suatu tempat yang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini adalah negara yang diproklamasikan oleh para Pewaris Budaya Luhur Nusantara.

Maka, menjadi manusia seutuhnya bagi orang Indonesia yang  adalah memahami kemanusiaan yang adil dan beradab. Dan kemanusiaan ini hanya muncul karena rasa. Semua orang hidup dalam atmosfer yang sama. Namun tidak semuanya mampu merasakan hal yang sama.

Di tengah krisis kemanusiaan, kembali pada hakikat manusia. Manunggaling rasa. Kita kembali diingatkan. Sudahkah kita memperlakukan orang sekitar melalui rasa?

Selanjutnya, sebagai Pewaris Budaya Nusantara yang Muslim tentu saja kita harus menyadari sepenuhnya bahwa Allah adalah Sumber Hidup dan Kehidupan kita. Oleh karena itulah kita harus menyelaraskan segala pikiran,  rencana dan gerakan dengan Kehendak (Iradat) Allah dan Kuasa (Qudrat)-Nya.

Tujuannya adalah agar kita bisa hidup dalam pengejawantahan rencana-Nya yang semula, yaitu ketika kita dijadikan oleh-Nya. Bila passion kita selaras dan menyatu dengan rencana Allah, maka tak kan ada yang sanggup menahan laju kita.

Seiring dengan itu, perlu juga kita sadari bahwa sebagai hamba Allah, sesungguhnya kita telah diutus Allah menjadi Khalifah-Nya di dunia. Karena itulah kita berkewajiban untuk memelihara dan memakmurkan serta membangun Budaya Luhur dan Peradaban yang Adhi Luhung di Bumi Nusantara ini. “Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya.” (QS.Hud:61).

Dengan demikian, menjadi manusia Indonesia seutuhnya adalah menjadi manusia yang sadar akan misi kekhalifahannya di Bumi Nusantara ini. Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang diciptakan Allah untuk manusia.

Sebagai wakil Allah, manusia juga diberi otoritas ‘keilahiyan’; menyebarkan rahmat Allah, menegakkan kebenaran, membasmi kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas untuk menghukum mati manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. (az).

This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.