-->
logo

Kesadaran Spiritual Penting dalam Strategi Pemulihan Ekonomi Masa Pandemi

Hot News

Hotline

Kesadaran Spiritual Penting dalam Strategi Pemulihan Ekonomi Masa Pandemi

SKJENIUS.COM, Jakarta.-- Ketakutan luar biasa mencekam dunia sejak wabah virus corona (COVID-19) yang mematikan muncul di Wuhan, China pada Desember lalu. Ratusan ribu manusia telah terjangkit sengatannya. Puluhan ribu jiwa telah ditewaskannya. Ratusan negara telah menikmati keganasannya. Para pemimpin negara pontang-panting dan dituntut berpikir ekstra menyelamatkan rakyatnya.

Ada berbagai alasan masuk akal yang membuat banyak orang panik dan takut atas munculnya COVID-19, yaitu :

  1. Virus ini, masih terlalu misterius untuk dapat dikalahkan oleh sofistikasi teknologi kesehatan mutakhir,
  2. Virus itu bisa menyebar dengan cepat dan menimbulkan gejala yang bisa berujung pada kematian jika tidak ditangani dengan segera dan benar,
  3. Belum ada anti-virus atau vaksin untuk virus yang masih sekeluarga dengan SARS ini,
  4. Virus corona telah memporakporandakan Perekonomian Dunia. Bahkan, sudah sembilan negara Kapitalis terjungkal ke jurang resesi.

Sementara itu, di Indonesia, hampir setengah tahun prahara corona mencemaskan kita semua. Ribuan orang meninggal dan pertumbuhan ekonomi anjlok di kuartal II 2020, minus 5,3 persen. Karuan saja, pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga ini (Juli-september) menjadi tantangan terberat bagi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Apakah Indonesia akan masuk jurang resesi atau tidak?

Namun, di tengah, kecemasan, ketakutan dan kondisi ekonomi yang sulit itu, berbagai aksi solidaritas, tolong-menolong, maupun gotong royong dalam membangun kehidupan bersama tumbuh dan mekar. Hal inilah yang memunculkan semangat optimisme. Bahkan kesadaran spiritualitas – kesadaran dalam membina relasi atau hubungan dengan Allah maupun sesama – juga muncul di tengah pandemi tersebut.

Kesadaran itulah yang menjadikan manusia kuat dan tetap bertahan dalam situasi ini. Berangkat dari kesadaran spiritualitas yang demikian, pandemi dalam hal ini dipandang tidak hanya sebagai bala atau musibah, tetapi juga pepeling (Ayat-ayat Allah) atau cara Allah mengingatkan manusia sebagai makhluk yang punya batas.

Pasalnya, hari ini banyak manusia kehilangan kemampuan sampurnaning manembah, kehilangan cara berhubungan dengan Yang Maha Kuasa (Shalat Khusyu’) lewat olah batin, sebagai akibat dari kesibukan jasmani dan duniawi. Melalui pandemi, manusia diajak untuk melakukan sebaliknya. Di tengah dunia yang makin riuh dan sibuk itu, corona mengajak orang untuk kembali mencari keheningan dalam diri dan membawa nilai-nilai yang lebih bermakna.

Corona menyuruh kita melakukan Social Distancing (pembatasan sosial), Stay at Home (diam di rumah), Pakai Masker (tutup mulut), agar kita bisa menentramkan jiwa dan raga. Dalam kondisi jiwa tenang, maka kita akan semakin dekat untuk bisa mendengarkan Kehendak dan Petunjuk Allah. Sekaligus, saat diam dan tutup mulut, manusia berkesempatan mengkalkulasi peran yang telah dibuatnya bagi bumi dan keutuhan ciptaan.

Dalam arus sekulerisme yang telah menjalar di hampir semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara bangsa ini, telah melahirkan kehampaan kehidupan. Cara berpolitik para pemimpin negeri ini, seakan-akan tak lagi berpijak kepada nilai-nilai spiritual. Karena itulah diantara mereka berlaku pameo "Tidak Ada Kawan dan Lawan Abadi, yang Ada Hanya Kepentingan Abadi," dan "Tidak Ada Makan Siang Gratis (No Free Lunch)."

Pijakan spiritual menghajatkan sebuah kesadaran mendalam bahwa apapun tugas yang diemban hakekatnya adalah bentuk penghambaan kepada Allah Sang Maha Pencipta. Sebab Allah menciptakan manusia memiliki tujuan spiritual, yakni penghambaan dan pengabdian kepada sang Pencipta.

Kemajuan Peradaban Berbanding Lurus Dengan Kesadaran Spiritual

Seluruh rakyat Indonesia sangat mendambakan segera terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkemajuan, sejahtera, dan damai. Namun, sudah 75 tahun, hingga kini Indonesia masih belum merdeka dari pengangguran dan kemiskinan yang tinggi serta daya saing ekonomi rendah. Yang lebih mencemaskan, ketergantungan utang, teknologi, ekonomi, dan politik bangsa kita pada pihak asing pun ternyata sangat tinggi. Mengapa hal ini sampai terjadi !?

Dalam A Study of History, sejarahwan terkemuka Inggris Arnold Toynbee melakukan pelacakan terhadap faktor kebangkitan dan kejatuhan sekitar dua puluhan peradaban. Pada setiap kasus, Toynbee mengaitkan disintegrasi peradaban dengan proses melemahnya visi spiritual peradaban tersebut. Singkat kata, bangunan negara (dan peradaban) tanpa landasan transenden, ibarat bangunan istana pasir. Jadi, studi Toynbee tersebut mengisyaratkan adanya hubungan yang erat antara nilai-nilai spiritual keagamaan dengan kemajuan bangsa dan peradaban.

Dalam kaitan itulah, perlu kita sadari bahwa untuk dapat keluar dari Krisis Ekonomi, suatu bangsa tidak hanya memerlukan transformasi institusional, tetapi juga membutuhkan transformasi spiritual. Pasalnya, ekonomi itu, sejatinya tetap berpusat pada kesadaran spiritual dan perilaku manusia itu sendiri. Maka, Kesadaran Spiritual Penting dalam Strategi Pemulihan Ekonomi Masa Pandemi.

Momentum Kebangkitan Kesadaran Spiritual

Dengan demikian, kalau Indonesia mau bangkit, maka pemimpin negara harus mampu menjadikan permasalahan Covid-19 sebagai momentum kebangkitan kesadaran spiritual yang mengarahkan warga bangsa pada kehidupan etis penuh welas asih. Kesadaran Spiritual akan menghubungkan seseorang dengan Percikan Cahaya Ilahiyah yang ada dalam dirinya sendiri, sehingga pencerahan muncul, fisik menjadi sangat energik, optimisme berlimpah, kreativitas dan inovasi pun berkembang.

Dalam proses transformasi ini, seperti ditekankan oleh Karen Amstrong dalam The Great Transformation (2006), persoalan agama tidak berhenti pada apa yang kita percaya, melainkan terurama pada apa yang kita perbuat. Maka, marilah kita kembali ke Jati Diri Bangsa yang Berlandaskan pada Kesadaran Spiritual.

Kesadaran spiritual merupakan kesadaran (consciousness) yang paling tinggi diantara kesadaran fisik dan emosional. Tingkat kesadaran yang paling tinggi ini menuntun manusia mendapatkan “makna” ketika menggunakan hatinya sebagai sensor. Seiring meningkatnya tingkat kesadaran spiritual seseorang, sikap dan perspektifnya tentang kehidupan berubah secara dramatis.

Semakin tinggi tingkat kesadaran spiritual seseorang, semakin banyak pula prinsip Tuhan Yang Maha Esa yang termanifestasi di dalam kehidupannya. Oleh karena itu, keadaan Indonesia saat ini hanya dapat diperbaiki jika rata-rata tingkat kesadaran spiritual seluruh manusia meningkat. Hal ini hanya akan terjadi bila masyarakat mulai menjalankan latihan spiritual secara Terstruktur, Sistematis dan Massive. (az).


This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.