-->
logo

Menguatkan Spiritualitas Millenial, Memulihkan Ekonomi

Hot News

Hotline

Menguatkan Spiritualitas Millenial, Memulihkan Ekonomi

SKJENIUS.COM, Jakarta.-- Sampai hari ini, belum ada tanda-tanda Pandemi Corona akan mereda. Karuan saja, ancaman penyebaran wabah covid-19 serta dampak sosial ekonomi dan politiknya menjadi salah satu tekanan paling serius yang harus dihadapi Pemerintahan Jokowi.

Prahara Corona, menguji kemampuan para pemimpin mulai dari Pusat sampai Daearah dalam memberikan kesadaran, membangun optimisme dan menguatkan spiritualitas serta mengarahkan militansi warganya, khususnya kaum muda (Millenial), untuk berperan di masa-masa krisis. Di tengah pandemi Covid-19, generasi muda atau milenial diharapkan dapat lebih produktif dan kreatif. Bahkan milenial harus ikut aktif dalam menyosialisasikan hidup sehat dan bersih  kepada masyarakat serta berusaha terlibat dalam upaya pemulihan ekonomi, dengan cara yang inovatif.

Oleh karena itu, menurut saya, dalam penanganan dampak Covid-19 bagi setiap individu dan masyarakat, dibutuhkan pendekatan yang holistik-integratif, yakni meliputi medis, ekonomi, sosial dan spiritual. Segala aspek dalam kehidupan tidaklah lepas dari yang spiritualitas. Kehidupan nyata tidak lengkap jika tidak dilihat dari sudut metafisika, termasuk virus corona (covid-19). 

Dalam A Study of History, sejarahwan terkemuka Inggris Arnold Toynbee melakukan pelacakan terhadap faktor kebangkitan dan kejatuhan sekitar dua puluhan peradaban. Pada setiap kasus, Toynbee mengaitkan disintegrasi peradaban dengan proses melemahnya visi spiritual peradaban tersebut. Singkat kata, bangunan negara (dan peradaban) tanpa landasan transenden, ibarat bangunan istana pasir. Jadi, studi Toynbee tersebut mengisyaratkan adanya hubungan yang erat antara nilai-nilai spiritual keagamaan dengan kemajuan bangsa dan peradaban.

Karena itulah, dalam kondisi seperti sekarang ini, kita membutuhkan Pemimpin yang Mumpuni. Pemimpin bangsa yang tidak hanya bisa membawa kita keluar dari wabah corona, tetapi bagaimana permasalahan ini bisa menjadikan pencerahan, bisa menjadikan kebangkitan dan bisa kemudian menjadikan suatu kekuatan untuk lebih bisa dari bangsa-bangsa lain di dunia.

Sejauh mana bencana dan wabah semacam pandemi Covid-19 menuntun umat manusia mengenali Allah Yang Maha Kuasa? Sudahkah kita menyadari bahwa Corona tidaklah sekadar virus, namun pandemi covid-19 adalah Ayat-ayat Allah yang tidak hanya mengubah prilaku prilaku sadar akan hidup sehat saja, namun Corona juga mengubah perilaku manusia dalam melakukan kegiatan ekonomi, sosial dan spiritual.

Jadi, kalau Indonesia mau bangkit, pemimpin negara harus mampu menjadikan permasalahan Covid-19 sebagai kebangkitan kesadaran spiritual. Sadar akan keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sadar bahwa rakyat Indonesia akan menemukan kembali keindahan hidup, selama mengikuti Petunjuk-Nya, sekalipun berada di tengah wabah corona.  "Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS. Al-Baqarah : 38).

Manusia saat ini semakin kehilangan aspek penting dan terindah dalam hidup, yaitu spiritualitas. Mereka semakin sulit menemukan makna hidup sesungguhnya dengan hanya berorientasi profitabilitas dan keuntungan semata. Semua perbuatan mengharapkan balas jasa. Semua kebaikan dilakukan karena ada maunya.

Setidaknya ada tujuh cara menemukan cahaya batin Anda agar tetap spiritual di tengah dunia yang semakin menggila, yaitu,

  1. Diam (Stay at Home). Sesungguhnya virus corona telah memaksa kita untuk diam dan tutup mulut agar kita bisa mendengar Suara dan Petunjuk-Nya;
  2. Bertanya pada diri sendiri. Berkomunikasi dengan batin sendiri, penting dilakukan sebagai bentuk toleransi dan penerimaan diri untuk meningkatkan kualitas spiritual Anda;
  3. Kembali ke alam. Simpan ponsel, tutup laptop, matikan lampu, dan kembali ke alam. Berada di antara pohon-pohon hijau, rumput, atau tanah yang basah;
  4. Cinta dan Belas Basih. Marilah kita saling mencintai dan mengasihi satu sama lain;
  5. Blusukan ke Perkampungan Kumuh dan Bergaul dengan Kaum Tertindas. Melalui blusukan seorang pemimpin dapat terbuka mata batin dan penglihatan spiritualnya;
  6. Sedekah Setiap Hari. Nilai spiritual yang terbentuk dari bersedekah, antara lain meningkatkan keimanan dan tali silaturahmi serta memperlancar urusan dan rezeki, meningkatkan ketenangan batin dan pemaknaan hidup;
  7. Tak mengharap balas jasa. Tingkat spiritualitas tertinggi adalah ketika kita bisa melakukan apapun tanpa mengharap balas jasa dari orang lain. Ini membuat dunia lebih cerah. Anda bahkan menerima lebih banyak dari yang sudah diberikan.

Menurut Yudi Latif, tanpa menyelam di kedalaman pengalaman spiritual, keberagamaan menjadi mandul, kering, dan keras. Tak memiliki sensitivitas-kontemplatif, conscious-intimacy, daya-daya kuratif serta hubungan-hubungan transformatif dengan yang suci dan yang profan.

Tanpa penghayatan spiritual yang dalam, orang akan kehilangan apa yang disebut penyair John Keats sebagai negative capability, yakni kesanggupan untuk berdamai dengan ketidakpastian, misteri, dan keraguan dalam hidup. Tanpa menghikmati misteri, manusia memaksakan absolutisme sebagai respons ketakutan atas kompleksitas kehidupan dunia yang menimbulkan penghancuran ke dalam dan ancaman keluar.

Karena itulah, Yudi Latif mengingatkan untuk dapat keluar dari krisis, suatu bangsa tidak hanya memerlukan transformasi institusional, tetapi juga membutuhkan transformasi spiritual yang mengarahkan warga bangsa pada kehidupan etis penuh welas asih. “Dalam proses transformasi ini, seperti ditekankan oleh Karen Amstrong dalam The Great Transformation (2006), persoalan agama tidak berhenti pada apa yang kita percaya, melainkan terutama pada apa yang kita perbuat,” pungkasnya. (az).


This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.