-->
logo

Thariqat, Budaya dan Sains, sebagai “TALI TIGO SAPILIN” Menuju Kemajuan Masyarakat Adat Minangkabau dalam Persfektif Tasawuf Syaikh Inyiak Cubadak

Hot News

Hotline

Thariqat, Budaya dan Sains, sebagai “TALI TIGO SAPILIN” Menuju Kemajuan Masyarakat Adat Minangkabau dalam Persfektif Tasawuf Syaikh Inyiak Cubadak

 SKJENIUS.COM, Kamang Mudik.- Jauh sebelum Islam datang ke ranah Minang, masyarakat Minangkabau sudah mempunyai tata nilai, aturan hidup (way of life) yang jelas. 


Bahkan, Adat sebagai doktrin sosial masyarakat Minangkabau berlaku universal. Masyarakat Adat Minangkabau hidup sebagai Manusia Merdeka di dalam arahan dan bimbingan Niniak Mamak selaras dengan Adat Salingka Nagari.


Demikian dijelaskan oleh Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Rifa’i Dt. Indo Marajo yang dikenal juga dengan sebutan Syaikh Inyiak Cubadak dalam berbagai kesempatan semasa hidup Beliau. Sebagai ‘Ulama Tasawuf, beliau juga seorang Penghulu Kaum, Seorang Datuk, Pemangku Adat yang sangat serius dalam membela, melestarikan dan mengembangkan Adat dan Budaya Minangkabau. Beliau sering mengingatkan, orang Minang harus WASPADA akan datangnya suatu masa, dimana “Adat tinggal di Pepatah, Syara’ Tinggal di Suratan.”


Menurut uraian Syaikh Inyiak Cubadak, sebagai masyarakat adat, masyarakat Minangkabau meyakini bahwa norma-norma, tata nilai yang terkandung di dalam ajaran adat merupakan pedoman hidup yang didasari oleh kontemplasi yang dalam terhadap fenomena alam. Nilai filosofis yang terkandung ajaran adat itu dimaknai sebagai falsafah hidup, sebagaimana pepatah Minang mengatakan,


“Panakiak pisau sirauik, 

Ambiak galah batang lintabuang, 

Salodang ambiak ka niru, 

Nan satitiek jadikan lauik, 

Nan sakapa jadikan gunuang, 

Alam takambang jadikan guru.”


Syaikh Inyiak Cubadak menjelaskan Falsafah adat Minangkabau mengambil acuan dari ketentuan alam. Para cerdik cendekia mengamati alam LAHIR dan alam BATIN, menemukan hukum-hukum alam, untuk kemudian dipetik hikmahnya. Jadi pada dasarnya Adat dan Budaya Minangkabau itu adalah Budaya Hasil Olah Batin (BUDI). Karena itulah dalam setiap Falsafah atau Mamangan Adat, selalu mengandung 4 unsur, yakni “nan TASERAK, nan TASUREK, nan TASIREK, nan TASURUAK. Jadi, “Kok…ma hawai sahabih raso,…mangaruak sahabih gauang”.


“Karena itu, ketika Islam datang ke Ranah Minang yang dikembangkan oleh para Guru Mursyid dari berbagai Thariqat Sufi, masyarakat sangat BERGAIRAH menerimanya. Pasalnya, masyarakat memang sudah terbiasa Membaca Alam dan Mengkaji Diri. Islam membawa BACAAN ketiga yakni Al-Qur’ah. Urang Minang sudah terbiasa Mengkaji Garak, Garik, Raso dan Pareso, kemudian Ilmu Thariqat membimbing mereka untuk meningkatkan KAJI Garak sampai ke taraf Mengetahui dan Membedakan Mana GARAK dari ALLAH, Garak Malaikat, Garak Nafsu dan Garak Syetan serta bisa MARASO adanya RUH dan ILHAM,” kata Syaikh Inyiak Cubadak.


Jadi, Islam diterima dengan Suka Cita, Tangan terbuka dan penuh semangat. Karena Urang Minang memang Haus Ilmu Pengetahuan. Sehingga pada akhirnya KAJI DIRI urang Minang menemukan bentuknya yang sempurna, ketika Al-Qur’an menjelaskan : “Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, juga pada diri kalian sendiri. Apakah kalian tiada memerhatikan?” (adz-Dzariyat: 20—21).


Maka, sejak Saat itu, orang Minang pun membaca tiga KITAB, yakni Ayat Allah dalam DIRI, Ayat Allah di Alam Takambang dan Ayat-Ayat Al-Qur’an. Selanjutnya, menurut Syaikh Inyiak Cubadak, para Guru Mursyid, terutama Allahyarham Syaikh Burhanuddin Ulakan MENYEMPURNAKAN adat Minangkabau dengan ketentuan SYARA’, yakni sesuai Alquran dan Sunah. Dengan begitu, ada dua kutub yang menjadi rujukan masyarakat setempat, yakni ADAT dan SYARA’. 


“Keduanya saling berdampingan tanpa harus saling meniadakan. Pepatah “Adat basandi syara’, syara’ basandi KITABULLAH” merupakan sintesis dari oposisi biner tersebut. Adat berjalan seiring dengan tuntunan syara’/syariat,” tegas Inyiak Cubadak.


Oleh karena itulah, Syaikh Inyiak Cubadak sangat menekankan pentingnya merawat dan mengembangkan Adat dan Budaya Minangkabau untuk meningkatkan Budi dan Bahaso serta Adab dan Moral. Sekaligus Adat dan Budaya itu Beliau DAYAGUNAKAN sebagai insfrastruktur dalam mengembangkan Ilmu Thariqat di Alam Minangkabau. Seiring dengan itu Beliau pun mengingatkan Pentingnya Peran Sains (Ilmu Pengetahuan) dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat. 


Falsafah Alam Takambang Jadi Guru, seharus memicu semangat Generasi Muda Minangkabau untuk memperdalam Ilmu Pengetahuan. Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Sehingga akhirnya dapat Memberi Solusi terhadap berbagai PROBLEMATIKA kehidupan Umat.


Menurut Syaikh Inyiak Cubadak Thariqat, Adat dan Sains adalah Tali Tigo Sapilin sebagai Modal Dasar yang mempunyai KEKUATAN Luar Biasa. Sehingga, apabila Urang Minang bisa Mendayagunakannya, dalam pengertian Adat tidak sekedar tinggal di Pepatah, syara’ tidak semata tinggal diperdebatkan. Namun, seharusnya Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah itu perlu dikolaborasi dengan Sains,  lalu DIAKTUALISASIKAN dalam kehidupan sehari-hari.


“Insya Allah, akan terwujud Ranah Minangkabau yang Sejahtera. Di Sawah Padi Manguniang, di parak Jaguang maupiah, Taranak Bakambang biak. Bapak Kayo, Mandeh Batuah, Mamak Disambah Urang. Aman Santoso Anak Nagari. Baldhatun Thayyibah wa Rabbun Ghafur,” pungkas Syaikh Inyiak Cubadak. (az).

This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.