-->
logo

Pentingnya Guru Spiritual Bagi Seorang Pemimpin Umat Masa Depan

Hot News

Hotline

Pentingnya Guru Spiritual Bagi Seorang Pemimpin Umat Masa Depan

 

CIKARANG, SKJENIUS.COM.-- Menjadi Pemimpin Umat di Negara sehebat Indonesia memang tidak Mudah. Indonesia adalah Negara besar yang mempunyai 17.491 pulau, mulai dari Sumatera hingga Papua, seluas 5.180.053 km persegi. Penduduknya saat ini berjumlah 265 juta orang dari beragam etnis bangsa yang menganut berbagai agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Letaknya yang strategis, terbentang di antara dua benua, diapit oleh dua samudera dengan kekayaan alamnya yang melimpah di darat dan di lautan tentu saja menjadi incaran Negara-negara lain.

Oleh karena itu, seorang calon Pemimpin Umat masa depan setidaknya harus menguasai tiga hal utama, yaitu:

  1. Memahami, Menghayati dan Mengamalkan Spiritual Islam Transformatif,
  2. Sadar Budaya dan Menguasai Sejarah Nusantara,
  3. Cerdas Intelektual dan Mumpuni dalam Sains Islam Modern.

Karena itulah, pentingnya seorang Pemimpin Umat di Bumi Nusantara ini melakukan Perjalanan Spiritual Napak Tilas Sejarah Kejayaan Nusantara. Pada saat kita menelusuri Sejarah Nusantara, berarti kita sedang  Menapaki Jejak Para Tokoh Spiritual Nusantara. Bila Kita tekun menelisik, mempelajari dan melakoni ajaran dan laku spiritual Beliau-beliau itu, Insya Allah, kita mampu Menyingkap Tabir Rahasia Kekuatan Spiritual Nenek Moyang kita.

Dalam perjalanan menapak tilas para tokoh spiritual Nusantara, maka kita akan berjumpa dengan Nama-nama besar yang merupakan sosok pemimpin yang banyak mewarnai kehidupan bangsa Nusantara. Kita akan bertemu dengan para tokoh, pembawa perubahan besar bagi Bumi Nusantara ini.

Kehidupan Beliau-beliau itu tak bisa dilepaskan dari kehidupan spiritual Nusantara. Falsafah Nusantara selalu dijunjung tinggi dan menjadi landasannya dalam setiap pengambilan keputusan saat memimpin bangsa, umat atau masyarakat di sekitarnya. Baik di masa Hindu-Buddha, era Penjajahan Belanda maupun pada saat mendekati Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Kita akan berjumpa dengan Prabu Jayabaya, Gajah Mada, Prabu Siliwangi, Sunan Gunung jati, Radek Fatah, Wali Songo, Ratu Kalinyamat, Tuanku Nan Renceh, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Sultan Iskandar Muda, Sultan Hasanudin, Haji Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, Bung Karno dan banyak lagi deretan nama tokoh bangsa yang juga dikenal sebagai Tokoh Spiritual di masanya.

Maka, tidak ada alasan bagi Kita untuk tidak mengakui budaya spiritual warisan leluhur kita sangat adiluhung. Tata cara pendekatan diri, penyembahan terhadap Tuhan yang merupakan peninggalan nenek moyang nusantara telah ada dan berjalan jauh sebelum budaya spiritual (agama) Islam masuk ke wilayah nusantara. Namun kenapa perhatian semua pihak terhadap budaya spiritual nusantara semakin lama semakin pudar? Perlahan dan pasti suatu saat nanti bangsa ini pasti lupa akan budaya spiritualnya sendiri. Situasi ini menunjukan betapa krisis budaya spiritual telah melanda negeri ini.

Kurangnya perhatian masyarakat kita untuk menguri-uri budaya spiritual, menunjukan minimnya pula kepedulian atas masa depan budaya. Yang semestinya budaya senantiasa dilestarikan dan diberdayakan.  Muara dari kondisi di atas adalah bangkrutnya tatanan moralitas bangsa. Kebangkrutan moralitas bangsa karena masyarakat telah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa besar nusantara yang sesungguhnya memiliki “software” canggih dan lebih dari sekedar “modern”. Itulah “neraka” kehidupan yang sungguh nyata dihadapi oleh generasi penerus bangsa. Na’udzu Billahi Min Dzaliik!

Spiritualisme Keyakinan Terhadap Tuhan YME sebagai Solusi Spiritual Bangsa Mengatasi Krisis Multidimensi

Berbicara tentang cara memperoleh keselamatan dan kebahagiaan hidup dengan jalan spiritual manusia Nusantara yang unik dan beragam. Tentang bagaimana cara bertemu dan merasakan keberadaan Tuhan agar hidup menjadi bermakna.

Pada masa sejarah, kehidupan spiritual juga mencapai kesempurnaan. Di mana Hindu maupun Buddha mempertegas nilai-nilai moral yang telah dimiliki bangsa Nusantara sebelumnya.

Selain itu juga memperjelas kedudukan dan peran segala sesuatu yang terdapat di alam semesta ini termassuk kedudukan dan peran manusia. Di masa itulah dikenal istilah "Tri Tangtu", Kerhesian, Keratuan dan Keramaan atau di daerah lain disebut "Tungku Tiga Sejarangan", Raja, Tokoh Agama dan Tokoh Adat, atau disebut juga "Tali Tiga Sepilin", Ulama, Ninik Mamak (Pemangku Adat) dan Cerdik Pandai. Ketiga unsur itu bersinergi, bersatu padu dalam membawa umat kepada tingkat kehidupan yang lebih baik.

·        Para pemimpin Negara dengan sikap “spiritual hamisesamemayu hayu sesama dengan kerukunan semua pihak baik pemimpin pemerintah, tokoh agama dan kepercayaan serta semua tokoh golongan apapun bersatu, sambil berdoa membangun gotong royong untuk ketahanan Negara R.I bersama.

·        Para Pemimpin Agama dengan sikap bijaksana penuh welas asih memimpin umat untuk melaksanakan ajaran agama dengan baik dan benar. Beliau pun mengajak Umat untuk menaati pemimpin  negara selama pemimpin itu berlaku adil. Para raja dan pemimpin negara pun tak luput dari pengawas para pemimpin agama agar mereka penuh Kasih Sayang kepada rakyatnya. Maka berlaku Undang yang berbunyi, "Raja Adil, Raja Disembah, Raja Zalim, Raja Disanggah.”

·        Para Pemimpin Masyarakat, tokoh adat, cerdik pandai dan golongan apapun melakukan edukasi mengajak masyarakatnya bersatu dengan sikap “spiritual wasesa” kedewasaan mandiri dengan berdoa membangun kebersamaan “gotong royong” mendukung pemerintah mengatasi masalah ini dalam kesatuan sikap.

Demikianlah tatanan masyarakat nusantara yang berbasiskan budaya spiritual yang kemudian menjadi lebih sempurna dengan kedatangan Islam ke Bumi Ibu Pertiwi ini. Agama Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan agama inilah, Allah menutup agama-agama sebelumnya. Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-hambaNya. Dengan agama Islam ini pula Allah menyempurnakan nikmat atas mereka. Allah hanya meridhai Islam sebagai agama yang harus mereka peluk. Oleh sebab itu tidak ada suatu agama pun yang diterima selain Islam.

Allah ta’ala berfirman, “Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku atas kalian dan Aku pun telah ridha Islam menjadi agama bagi kalian.” (QS. Al Maa’idah: 3).

 Pentingnya Peranan Guru Spiritual bagi Seorang Pemimpin Umat

Saat kita menapak tilas pergerakan para tokoh Nusantara, maka kita juga akan bertemu dengan Para Guru Spiritual yang Mumpuni atau Guru Mursyid  Kamil lagi Mukammil sebagai Guru Spiritual atau Pembimbing Ruhani para Tokoh Nusantara itu.

Silakan sebut saja nama seorang Tokoh Nusantara, apakah dia seorang Raja, Sultan atau Pemangku Adat, maka kita akan menemukan satu atau dua nama, bahkan lebih sebagai Guru Spiritual Beliau-beliau itu. Cukup panjang deretan nama-nama beliau bila disebut, maka kita tulis saja beberapa nama seperti Mpu Gandring, Mpu Kanwa, Jaya Baya, Wali Songo, Syaikh Quro, Syiah Kuala, Syaikh Burhanuddin, Ronggowarsito, Raden Ngabehi Yosodipuro, Syaikh Yusuf Tajul Khalwati, Syaikh Tuanku nan Tuo dan Syaikh Inyiak Cubadak.

Guru Spiritual atau disebut juga Guru Mursyid adalah sesesorang yang memiliki ilmu dan kemampuan lebih secara spiritual (batin), memiliki karamah (keajaiban) bahkan dapat mengetahui hal yang ghaib dan mampu menuntun murid-muridnya ke jalan yang benar dalam lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. 

Seorang mursyid memiliki akhlak mulia dan pengalaman spiritual yang sudah mendarah daging berkat riyadhah-nya. Pengalaman spiritual tersebut memancar menjadi akhlak seperti sabar, syukur, tawakal, yakin, pemurah, qana’ah (tidak serakah), pengasih, tawadhu, shiddiq (cerdas), pemalu (haya’), wafa’ (selalu menepati janji), dan wiqar (tenang).

Menjadi orang berilmu itu hak dan kewajiban seorang muslim, Rasulullah saw  bersabda, “Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah).” (HR. Ibnu Majah)

Hanya saja kita juga harus mencari ilmu itu pada orang yang tepat, pada seorang yang memang patut digugu lan ditiru, salah mengambil langkah dalam penentuan kepada siapa kita berguru maka langkah-langkah kita selanjutnya sedikit banyak akan mengikuti apa – apa yang telah didoktrinkan pada neuron-neuron otak kita. 

Hidup di dunia memang butuh seorang guru dan pembimbing. Keberadan mereka laksana lentera yang memendarkan cahaya di kegelapan malam. Tak sembarang lampu bisa bersinar terang. Demikian pula memilih para pembina spiritual. Soal agama, seorang murid dituntut lebih jeli. Tak sekadar bermodal decak kagum dengan kekuatan supranaturalnya.

Contoh kecil saja, ketika kita berguru pada seorang ahli fikih akan berbeda sikap kita dengan orang  yang berguru pada seorang ahli tassawuf. Maka dari itu kita sebagai decision maker  dalam  berguru harus benar-benar  teliti, benar-benar paham pada   orang yang akan kita jadikan guru. Guru yang  berilmu mumpuni, berwibawa, dan bisa ‘ngemong’ kita, guru yang  paket  komplit,  karena  Rasul  pun bersabda, “Duduk bersama para ulama adalah ibadah.” (HR. Ad-Dailami).

Berdasarkan pengalaman saya sebagai seorang Spiritual Business Consultant, maka peran guru spiritual benar-benar  berpengaruh  bagi perjalanan  kita ke depan, mereka adalah orang tua  kita  setelah orang tua kandung kita maka mereka juga wajib kita hormati dan taati. 

Suatu ketika sahabat akan merindukan nasehat-nasehat  mereka, ketika sahabat harus hidup tidak  di  dekat mereka. Rindu akan tausiah dan suaranya yang biasanya mengisi pengajian rutin di majlis ta’lim.

Akhirul Kalam, saya terkenang dengan Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Inyiak Cubadak yang senantiasa mengingatkan, “Apapun penyakit yang kita derita, bagaimana pun rumitnya masalah yang ditemui, seberapa besar pun utang yang harus dibayar, sesulit-sulitnya krisis yang dihadapi, sejauh-jauhnya Jarak antara masalah dan Solusi adalah sejarak antara kening dan Sajadah!

Dengan segudang pengalaman Beliau menyelami berbagai ajaran spiritual dan Thariqat Sufi di Nusantara, Guru Mursyid kita,Syaikh Inyiak Cubadak mengajak kita untuk menghayati ajaran Tasawuf Transformatif adalah Solusi, tidak sebatas simbol-simbol dalam agama-agama, demi merasakan esensi yang sesungguhnya satu adanya. Beliau mengajak kita untuk meniti ke dalam diri, menemukan “Diri Sejati” di dalam diri setiap insan. (az).




This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.