-->
logo

Menyinergikan Religi, Sains dan Spiritualitas, Menikmati Kehidupan Harmonis dan Damai

Hot News

Hotline

Menyinergikan Religi, Sains dan Spiritualitas, Menikmati Kehidupan Harmonis dan Damai

SKJENIUS.COM, Jakarta.— Alhamdulillah. Dalam kunjungan ke Universitas Sorbone, Paris,  beberapa tahun lalu, saya sempat berbincang dengan beberapa orang cendekiawan Prancis seputar Sains, Agama dan Spiritualitas. Menurut Mr. Phillip Luvebre, Sains, Agama dan Spiritualitas merupakan Tiga kekuatan utama yang memengaruhi umat manusia, dalam perjalanannya mencari makna kehidupan dan keberadaan alam semesta. Sains telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan Mengubah Dunia di Abad 21 ini. 

“Namun demikian, perlu diketahui bahwa awal dari  Abad Pencerahan atau Zaman Pencerahan (Age of Enlightenment atau Aufklärung) dan dikenal juga dengan istilah Renaisanssekitar abad ke-18 di Eropa itu pada dasarnya dipicu oleh semangat  pencerahan yang dibawa para pendeta dan ilmuwan setelah mereka belajar bertahun-tahun di Cordoba, Spanyol yang dikenal The Light City (Kota Cahaya). Pasalnya Cordoba adalah Pusat Peradaban Islam di Eropa, pada masa itu,” kata Phillip.


Jadi Renaisans yang kemudian menghasilkan Revolusi Industri itu, sesungguhnya utang Eropa (Barat) kepada Islam. Banyak penelitian telah dilakukan, tidak sedikit buku telah ditulis yang memaparkan data tentang bagaimana transfer ilmu pengetahuan dari dunia Islam ke Barat pada zaman yang dikenal di Barat sebagai Zaman Pertengahan (the Middle Ages). 


“Hutang Barat terhadap Islam” (The Wes’st Debt to Islam). Itulah tajuk satu bab dari sebuah buku berjudul “What Islam Did For Us: Understanding Islam’s Contribution to Western Civilization” (London: Watkins Publishing, 2006), karya Tim Wallace-Murphy. 


Di Zaman Pertengahan, tulis Wallace-Murphy, Andalusia yang dipimpin kaum Muslim menjadi pusat kebudayaan terbesar, bukan hanya di daratan Eropa tetapi juga di seluruh kawasan Laut Tengah. Pada zaman itu, situasi kehidupan dunia Islam dan dunia Barat sangatlah kontras. Bagi mayoritas masyarakat di dunia Kristen Eropa, zaman itu, kehidupan adalah singkat, brutal dan barbar, dibandingkan dengan kehidupan yang canggih, terpelajar, dan pemerintahan yang toleran di Spanyol-Islam.


Saat itu, Barat banyak sekali belajar pada dunia Islam. Para tokoh agama dan ilmuwan mereka berlomba-lomba mempelajari dan menerjemahkan karya-karya kaum Muslim dan Yahudi yang hidup nyaman dalam perlindungan masyarakat Muslim. Barat dapat menguasai ilmu pengetahuan modern seperti sekarang ini, karena mereka berhasil mentransfer dan mengembangkan sains dari para ilmuwan Muslim.


Jadi, Sains Islam, Religi dan Spiritualitas, sesungguhnya telah Mencerahkan Eropa dari Kegelapan. Setelah sebelumnya, Cahaya Islam Menyinari Timur Tengah, Asia dan Afrika dari Kejahiliyahan. Demikian pula, seiring dengan itu, Habis Gelap Terbitlah Cahaya (Door Duisternis Tot Licht) di Bumi Nusantara ini. Sejarah mencatat kejayaan dan kecemerlangan Kerajaan Islam Malaka, Kesultanan Aceh Darussalam, Kerajaan Pagaruyung Darur Qarar, Kesultanan Palembang Darussalam, Kesultanan Melayu Jambi, Kesultanan Demak, Kesultanan Jepara,  Kerajaan Goa-Tallo dan Kerajaan serta Kesultanan lainnya di Nusantara.


“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb mereka, (yaitu) menuju jalan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim: 1).


Menyinergikan Agama, Sains dan Spiritualitas dalam Seluruh Aspek Kehidupan


Bila kita teliti dengan cermat, sejarah kejayaan Kekhalifahan sesudah Khulafaur Rasyidin, serta kecemerlangan Kerajaaan dan Kesultanan di Nusantara, maka akan kita temukan nama-nama besar sebagai Agen Perubahan (Agent of Change). Misalnya, Sultan Muzaffar Syah (1445-1459) dari Malaka, Sultan Alam Muningsyah II Daulat Yang Dipertuan Basusu Ampek dari Pagaruyung, Ratu Kalinyamat dari Jepara, Sultan Iskandar Muda dari Aceh dan lainya. 


Jalan hidup Beliau-beliau itu adalah jalan hidup ideal dalam terang sains, religius dan spiritualitas. Mereka adalah para ilmuwan sejati yang mengedepankan pemikiran rasional dan eksperimen yang sistematik. Mereka tidak menelan mentah-mentah tradisi, atau percaya begitu saja pada anggapan-anggapan umum yang bertebaran. Di sisi lain, mereka tetap menjadi manusia yang beriman, religius dan spiritual.


Hari ini, di Indonesia pun ada berbagai agama besar yang diakui negara. Juga ada nama-nama besar Cendekiawan, Ilmuwan dan Agamawan. Namun sayangnya Indonesia belum bisa merdeka dari kemiskinan dan pengangguran. Pertumbuhan ekonomi bukannya meroket, malah nyungsep hingga Minus 5,32 Persen pada Kuartal II-2020. Indonesia pun berada di tepi jurang resesi?Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Sedangkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,381. Mengapa ?


Bila kita cermati, ternyata masih banyak penyalahgunaan sains dan teknologi oleh para penganut agama dalam rangka korupsi, terorisme, kekerasan atas nama agama dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman agama secara saintifik sehingga menimbulkan fanatisme buta dan kurangnya makna atau value Spiritual dalam aplikasi Sains dan teknologi. 


Karena itulah, kita berharap agar pemerintah bisa memadukan kembali Agama, Sains dan Spiritualitas untuk sebuah Masyarakat yang lebih Harmonis dan Damai. Pasalnya, menurut DR. T.D. Singh, Ph.D, di dalam peradaban Saintifik Modern dewasa ini, kita sudah melihat bahwa sebagian kelompok manusia, sedang me-materialis-kan (lebih menonjolkan sisi materialistic agama ketimbang sisi spiritual yang universal-ed) Agama mereka, yang merupakan akar pertengkaran global (termasuk kekerasan atas nama agama-ed) dewasa ini. 


Maka dengan makna kehidupan yang salah atau palsu seperti ini tidak akan membawa kedamaian yang permanen di dunia ini. Solusi atau jawaban atas pertanyaan akan makna kehidupan, sesungguhnya berada pada pendekatan komplementer Religi, Sains dan Spiritualitas. Spiritual wordview atau religious worldview, di dalam bentuknya yang paling murni, mengembangkan sifat moral umat manusia dengan memahami dimensi dalam akan realitas (inner dimensions of reality), Sains, di lain pihak membantu umat manusia untuk mengertikan beberapa aspek realitas fisika. 


Jadi, demikianlah, ketika dipadukan bersama, Tiga Sistem Pengetahuan ini, ReligionScience    dan Spirituality akan  menjadi komplementer satu sama lain. Sebagai contoh, spiritualitas atau bentuk agama paling murni membimbing masyarakat manusia dengan visi yang tepat untuk menciptakan masyarakat yang penuh makna dan adil, sedangkan sains memberikan alat dan keterampilan untuk mencapainya (tujuan agama tadi), demikianah cara menapaki jalan untuk mencapai kedamaian dunia abadi. (Aby Zamri).




This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.