-->
logo

Ekonomi Dikuasai Segelintir Orang! Mampukah Jokowi Potong Mata Rantai Oligarki?

Hot News

Hotline

Ekonomi Dikuasai Segelintir Orang! Mampukah Jokowi Potong Mata Rantai Oligarki?

SKJENIUS.COM, Jakarta.-- PRIHATIN! Kesenjangan Sosial Kian Parah, Segelintir Orang Kaya Kuasai Hampir Separuh Kekayaan Nasional? Bahkan, Ekonom Faisal Basri sampai bilang, kondisi pemusatan kekayaan ini semakin memburuk. Pemerintah punya solusi, tapi ya gitu-gitu aja: subsidi silang dan peningkatan kualitas SDM.

Pemerintah Indonesia sering membanggakan konsistensi pertumbuhan ekonominya sebagai pencapaian besar. Padahal, riset Bank Dunia mengatakan pertumbuhan tersebut memberi manfaat kepada 20 persen orang paling kaya di Indonesia saja.

Tak hanya itu. Tim Nasional Pecepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) melaporkan, hampir separuh aset nasional dimiliki 1 persen masyarakat saja.

"Ini nyata sekali di Indonesia antara yang miskin dan kaya. Jauh sekali bedanya. Kita itu nomor 4 setelah Rusia, India, dan Thailand. Satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional, Jika naikkan jadi 10 persen keluarga maka ini menguasai 70 persen (aset negara). Artinya sisanya 90 persen penduduk memperebutkan 30 persen sisanya. Itu yang perlu dikoreksi,” ujar Sekretaris TNP2K Bambang Widianto dalam acara Penyampaian Laporan Akhir TNP2K 2014-2019 di Kantor Wakil Presiden, Rabu (9/10), dikutip Detik.

Sementara itu, Ketua Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu, KGPH Eko Gunarto Putro, mengungkapkan bahwa selama tujuh dekade atau 75 tahun pembangunan nasional belum mampu menghilangkan ketimpangan sosial, khususnya timpangan ekonomi.

Menurut Kangjeng ketimpangan ekonomi yang terjadi saat ini masih seperti zaman kolonial yang menciptakan kelas status sosial berdasarkan penguasaan atas ekonomi.

"Penyakit ini diwariskan turun temurun setelah Indonesia merdeka. Ini terlihat dan langgengnya oligarki yaitu penguasaan atas aset ekonomi oleh segelintir orang. Presiden dan pemerintahan silih berganti, tetapi oligarki tidak pernah pergi. Oligarki punya kemampuan adaptif untuk berkolaborasi dengan Siapa pun yang berkuasa," kata Kangjeng Eko.

Oleh karena itu, kata dia, Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu mengingatkan kepada Pemerintah untuk memotong mata rantai oligarki dan penguasaan kekayaan alam Indonesia oleh segelintir orang. "Oligarki akan menimbulkan penyakit sosial berupa persepsi tentang ketidakadilan dan prasangka etnis yang dapat mengoyak integrasi nasional," pungkasnya.

Iman, Ilmu dan Keiinginan yang Luhur

Imam Ali KWJ, pernah ditanya,  “Lebih utama mana ilmu dengan harta?” Ali menjawab, “Ilmu lebih utama daripada harta. Sebab, ilmu dapat menjaga kamu, sedangkan harta itu kamulah yang menjaganya.” 

Mungkin itulah sebabnya, Bumi Nusantara yang kaya raya ini pernah dijajah Eropa, terutama oleh Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda didirikan pada 20 Maret 1602. VOC sendiri merupakan persekutuan dagang asal Belanda yang menginginkan monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Dengan Ilmu Pengetahuan yang dimiliki para pengelola VOC, mereka menguasai perdagangan berbagai hasil kekayaa alam Indonesia yang berlimpah ruah, terutama rempah-rempah dan emas.

Kemudian dengan berbekal Iman dan Ilmu Pengetahuan serta didorong oleh keinginan yang luhur, nenek moyang kita pun berjuang untuk mengusir penjajahan yang sudah bercokol ratusan tahun, menguras kekayaan alam dan menyiksa penduduk Nusantara. Alhamdulillah. Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, pada 17 Agustus 1946, Bung Karno dan Bung Hatta, atas nama seluruh rakyat Indonesia, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Kini, sudah 75 tahun sejak proklamasi kemerdekaan, namun sayangnya, perekonomian bangsa kita kembali dikuasai oleh Asing dan Aseng. Diakui atau tidak, nyatanya sebagian besar kekayaan alam dan perekonomian kita dicengkeram kapitalis melalui berbagai Multi National Corporation (MNC) dan berada dalam jeratan utang (debt trap) Cina Komunis lewat Proyek OBOR, Jalur Sutra Modern yang sedang dibangun China.

Sebagaimana kita ketahui, Presiden Jokowi sejak awal pemerintahannya sudah menggenjot pembangunan infrastruktur di Indonesia. Di satu sisi ada positifnya, namun banyak pihak yang mengkhawatirkan efek samping dari hal tersebut. Pasalnya, pembangunan ini tidak lepas dari bantuan dan campur tangan asing, seperti pemerintah China.

China diketahui memiliki proyek OBOR (One Belt One Road) atau yang kini telah direvisi menjadi proyek Belt Road Initiative (BRI). Terkait proyek ini, pada 27 April 2019 lalu baru saja dilakukan penandatanganan 23 Memorandum of Understanding (MoU) antara sejumlah pebisnis Indonesia dan China dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) II Belt Road Initiative (BRI) di Beijing.

Karuan saja, hal ini mendapat kritik dari mantan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon. Menurutnya proyek OBOR pertama-tama mewakili kepentingan China yang berambisi membangun jalur sutera baru di abad ke-21, baik di jalur darat, maupun maritim.

"Meskipun kemudian istilah OBOR telah diperhalus menjadi BRI, karena telah memancing reaksi serius di negara-negara Barat," katanya, sebagaimana dilansir cnbcindonesia.com.

Fadli mengatakan inisiatif BRI dilihat oleh para pengamat Barat sebagai cara untuk mengukuhkan dominasi China dalam jaringan perdagangan global, termasuk berpotensi menjadi alat ekspansi militer mereka.

Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia dan Mutu Pendidikan

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Dengan posisi ini, persentase penduduk miskin per Maret 2020 juga ikut naik menjadi 9,78 persen. Dibanding Maret 2019 peningkatannya mencapai 1,28 juta orang dari sebelumnya 25,14 juta orang.

Sedangkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,381. Angka ini meningkat 0,001 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2019 yang sebesar 0,380

Ketimpangan Sosial merupakan keadaan di mana terjadi kesenjangan, ketimpangan, atau ketidaksamaan akses untuk memanfaatkan sumber daya yang ada. Jadi, ketimpangan sosial artinya tidak seimbang atau adanya jarak yang terjadi di tengah masyarakat. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya perbedaan status sosial, ekonomi, maupun budaya. Dampak dari ketimpangan ini adalah kemiskinan, pengangguran, kecemburuan sosial, dan meningkatnya kriminalitas.

Penyebab ketimpangan bisa berasal dari diskriminasi, primordialisme, sesksime dan rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM). Otomatis dengan adanya SDM yang rendah berarti menandakan tingkat Ilmu Pengetahuan manusia bisa dikatakan rendah begitu pula dengan taraf hidupnya. Maka, upaya untuk mengurangi ketimpangan sosial adalah dengan memberikan pendidikan gratis dan memperbanyak lapangan pekerjaan. Semoga ! (az).




This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.