-->
logo

Menggugat Sistem Pendidikan yang Gagal, Kok, Masih Dipertahankan !?

Hot News

Hotline

Menggugat Sistem Pendidikan yang Gagal, Kok, Masih Dipertahankan !?

 

SKJENIUS.COM, Jakarta.-- MIRIS! Kualitas Pendidikan Indonesia Buruk, Menurut PISA 3 Periode Terakhir. Beberapa waktu lalu The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengumumkan hasil Programme for International Student Assesment (PISA) 2018. Seperti tahun-tahun sebelumnya, perolehan peringkat Indonesia tidak memuaskan.

Padahal, idealnya, Sistem Pendidikan Indonesia harus lebih unggul dibandingkan sistem pendidikan lainnya. Pasalnya, sistem nilai budaya Nusantara mempunyai kekuatan yang mampu menjamin kualitas dan kesinambungan hidup manusia Indonesia. Sehingga sistem pendidikan yang berbasiskan Budaya Nusantara dapat diandalkan untuk mempersiapkan generasi unggul yang memiliki kewenangan penuh atas bangsanya.

Sementara itu, sejak masuknya Islam ke Nusantara, maka pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan masyarakat Islam Nusantara ialah pandangan hidup Islami atau pandangan hidup Muslim yang pada hakikatnya merupakan nila-nilai luhur yang bersifat transenden, universal, dan eternal  (abadi).

Jadi, dapat dikatakan bahwa sejak saat itu, al-Qur'an dan al-Hadits merupakan dasar yang utama dalam pendidikan di tengah masyarakat Islam Nusantara pada waktu itu. Di dalam Al-Quran dan Al-Hadits terdapat banyak ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan pembelajaran atau usaha pendidikan itu.

Kemudian, datanglah Sistem Pendidikan Barat dengan segala keunggulan dan kekurangannya yang dibawa penjajahan kapitalis dan sampai kini pun sistem pendidikan barat masih hegemoni dalam sistem pendidikan di Bumi Nusantara ini.

Oleh karena itu, sekiranya pemerintah dan insan pendidikan Indonesia mampu mengintegrasikan ketiga sistem pendidikan itu (Budaya Nusantara, Islam dan Ilmu Pengetahuan Barat) dalam membangun Sistem Pendidikan Indonesia tentu akan Tercipta sebuah Sistem Pendidikan Indonesia yang Unggul. Sehingga Perguruan Tinggi kita bisa Menciptakan Manusia Indonesia Seutuhnya yang Beriman, Berbudaya dan Cerdas dalam Intelektual, Emosional dan Spiritual.

Namun pada realitanya, pendidikan Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan pendidikan lainnya. Berbagai upaya untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang unggul telah dilakukan, namun hasilnya belum menggembirakan. Dalam pandangan saya, tentang sebab-sebab mengapa upaya mengunggulkan pendidikan Indonesia tersebut belum berhasil, antara lain karena upaya yang dilakukan itu masih bertumpu pada pemecahan yang belum mendasar dan bersifat parsial.

Upaya yang mendasar dan integrated untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang unggul antara lain dengan membangun epistimologi pendidikan Indonesia yang unggul, yang hingga saat ini dianggap belum pernah dirumuskan, termasuk oleh para ulama dan ilmuwan Muslim Nusantara.

Potret Kegagalan Sistem Pendidikan Indonesia

Alhamdulilah. Melalui studi terhadap berbagai literatur yang relevan dan otoritatif dengan analisis kualitatif dan pendekatan filosofis serta menjemput Petunjuk ke Hadhirat-Nya, tulisan ini  menawarkan sebuah bangunan epistimologi pendidikan Indonesia dengan berbagai aspeknya yang terkait.

Namun, sebelumnya,ijinkan saya melalui tulisan ini menggambarkan kondisi objektif pendidikan Indonesia saat ini serta berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik internal maupun eksternal. Celakanya, sistem pendidikan kita seolah terjebak dalam arus pusaran uji-coba sistem tanpa henti. Oleh karena itu, agar kita tidak terjebak dalam pusaran uji-coba sistem tanpa henti, ada baiknya kita menganalisa secara mendalam landasan yang melatarbelakangi seringnya pergantian kebijakan tersebut.

Satu diantara landasan terpopuler untuk menunjukkan bobroknya pendidikan Indonesia adalah hasil PISA (Programme for International Student Assessment) yang memang dipakai dunia Internasional untuk mengevaluasi sistem pendidikan. Skor Terbaru PISA: Indonesia Merosot di Bidang Membaca, Sains, dan Matematika

Pengukuran PISA bertujuan untuk mengevaluasi sistem pendidikan dengan mengukur kinerja siswa di pendidikan menengah, terutama pada tiga bidang utama, yakni matematika, sains, dan literasi. Hasilnya? Ternyata siswa Indonesia memiliki kemampuan di bawah rata-rata dalam seluruh aspek penilaian, baik itu kemampuan membaca maupun kemampuan sains dan matematika. Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, justru dari tahun ke tahun Indonesia mengalami penurunan nilai.

Berdasarkan laporan PISA yang baru rilis, Selasa 3 Desember 2019, skor membaca Indonesia ada di peringkat 72 dari 77 negara, lalu skor matematika ada di peringkat 72 dari 78 negara, dan skor sains ada di peringkat 70 dari 78 negara.

Tiga skor itu kompak menurun dari tes PISA 2015. Kala itu, skor membaca Indonesia ada di peringkat 65, skor sains peringkat 64, dan skor matematika peringkat 66. Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia berada paling bawah bersama Filipina yang mendapat peringkat terakhir dalam membaca dan skor sebelum terakhir di dua bidang lain.

Sistem Pendidikan Indonesia Berbasiskan Budaya dan Nilai-nilai Spiritual Islam

Kelemahan mendasar Sistem Pendidikan Indonesia saat ini karena sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia pada saat ini, cenderung mengikuti sistem pendidikan Barat yang sekular-materialistik. Padahal sistem pendidikan semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia shaleh yang sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi. Secara kelembagaan, sekularisasi pendidikan menghasilkan dikotomi pendidikan yang sudah berjalan puluhan tahun, yakni antara pendidikan agama di satu sisi dengan pendidikan umum di sisi lain.

Sistem pendidikan Barat yang sekular-materialistik sangat mementingkan hidup jasmani anak-anak, terutama untuk menstimulasi dan mengoptimalkan perkembangan kognitif dan panca-inderanya. Sehingga metode pendidikan Barat tidak menyentuh perkembangan batin anak-anak, yang dimaksud batin di sini adalah mengajarkan anak untuk Mengenal Diri dan Pencipta-Nya.

Entah disadari atau tidak oleh pemerintah maupun para ahli pendidikan kita bahwa di antara sumber Ilmu Pengetahuan  yang umumnya diterima dan digunakan para ilmuwan Muslim maupun non Muslim saat ini untuk membangun epistimologi ilmu pendidikan adalah fenomena alam jagat raya dan fenomena sosial yang dikaji melalui observasi dan ekperimen dengan menggunakan pancaindera dan akal pikiran. Sehingga, mereka pun cenderung terperangkap dalam pola pikir Sekuler Materialisme.

Sementara itu, Sumber Ilmu Pengetahuan yang berasal dari Budaya Nusantara yang Luhur, malahan diabaikan. Padahal, Bangsa yang unggul harah memiliki kecerdasan budaya yang ditandai kemampuannya mengelola nilai-nilai kebajikan tradisi. Artinya, secara substansial budaya bukan saja nilai, melainkan juga sistem nilai yang menampakkan beragam nilai yang berpola. Jika sistem nilai kebudayaan suatu bangsa kuat, apa pun yang terjadi dengan kondisi dan perubahan zaman, dipastikan mereka cukup mudah untuk mengelolanya menjadi sesuatu yang bernilai tinggi bagi kehidupan.

Keunggulan sebuah bangsa terletak pada keunggulan sistem nilai budayanya. Itulah premis dasar tulisan ini. Dalam konteks Indonesia, pengembangan pendidikan nasional tentu harus berorientasi pada sistem nilai budaya bangsa. Kemajuan yang hendak dicapai dunia pendidikan, hendaknya bermuara pada terbentuknya manusia unggul yang berkepribadian budaya bangsa.

Demikian juga dengan sumber Ilmu Pengetahuan Sejati yang berasal langsung dari Allah berupa  intuisi  atau ilmu al-hudluri (Ilmu yang datang dari Sisi-Nya) melalui mukasyafah (terbuka tabir yang menghalangi manusia dengan Rabb-nya) melalui metode taziyah al-nafs (pembersihan diri) atau al-isti’dadiyah (penyiapan diri menunggu limpahan ilmu dari Allah), justru menimbulkan pro kontra, baik di kalangan ilmuwan Muslim maupun non-Muslim.

Padahal sejarah telah mencatat dengan tinta emas bagaimana akulturasi Islam dan Budaya Nusantara telah mewujudkan peradaban yang adhiluhung. Pasalnya Islam itu utuh dan menyeluruh. Tidak ada celah kehidupan yang luput dari teropongnya. Meskipun demikian manusia diberi kemerdekaan berdialektika dengan perkembangan zaman.

Islam memberikan prinsip, rambu, dan pegangan fundamental. Maka, sudah menjadi sunnatullah bahwa peradaban nusantara di Indonesia ini terbangun dalam keberagaman budaya. Menyikapi keragaman budaya, Islam tidak eksklusif total sekaligus tidak inklusif secara berlebihan. Ia adalah realistis dan positif dalam menghormati cita rasa dan akal sebagai kodrat manusia.

Selain memuaskan manusia untuk ekspresi rasa dan estetika, budaya juga diarahkan untuk membentuk utilitas. Karenanya Islam menghargai dinamika seni, baik musik, sastra, pertunjukan dan sebagainya. Ada dua prasyarat menerima dan melestarikannya, yaitu tetap pada koridor teologis dan memiliki kemanfaatan.

Perjalanan bangsa memberikan teladan bahwa peradaban nusantara terbangun melalui salah satunya akulturasi budaya dan agama. Adalah Wali Songo yang fenomenal mampu meletakkan pondasi akulturasi tersebut. Akulturasi ini tentu mesti dilestarikan dengan tetap berapa pada koridor toleransi. Secara positif, akulturasi budaya dan agama mesti dioptimalisasi dalam pembangunan bangsa.

Jadi sudah waktunya Sistem Pendidikan Indonesia dibangun berazaskan Akulturasi Spiritual Islam, Budaya Nusantara dan Sains Modern. Semoga! (az).




This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.