SKJENIUS.COM, Jakarta.-- Satu masalah besar yang dihadapi bangsa Indonesia adalah penegakan hukum yang lemah. Padahal, hukum adalah sesuatu yang sangat penting di semua negara termasuk di Indonesia. Namun sayangnya permasalahan hukum di Indonesia begitu pelik hingga masyarakat tak percaya lagi dengan pengadilan. Banyak sekali kasus-kasus yang janggal hingga memenangkan pihak yang seharusnya salah.
Pada dasarnya, hukum itu dibuat untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat. Fiat justitia ruat caelum, artinya Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh. Fatwa atau pepatah dahsyat ini diucapkan oleh pemangku kekuasaan Romawi, Lucius Calpurnius Piso Caesoninus. Dia mengatakan itu sekitar 50 tahun Sebelum Masehi (SM). Dalam perjalanannya, “fiat justitia ruat coelum” menjadi sangat termasyhur di dunia hukum praktik maupun dunia hukum akademik.
Pepatah ini bermakna bahwa segenting apa pun situasi yang sedang terjadi, keadilan harus ditegakkan. Keadilan di atas segala-galanya. Tidak ada alasan untuk berbuat tak adil. Nah, bagaimana kalau di suatu negeri ada jutaan orang yang tidak bisa mendapatkan keadilan? Bagaimana caranya supaya situasi yang tidak berkeadilan itu bisa berubah menjadi suasana penegakan keadilan?
Pasalnya, saat ini hukum sudah tidak dijalankan sebagaimana semestinya. Sudah banyak ketidakadilan yang terjadi dalam hukum di negeri ini. Masyarakat pun sudah muak menyaksikan bagaimana proses penegakkan hukum masih tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Hukum di negeri ini sudah seperti barang, yang diperjual belikan.
Salah satu contohnya yaitu bagaimana buronan kelas kakap
Bisa Berkeliaran Bebas di Indonesia, Tak Disangka Ternyata Djoko Tjandra
"Dikawal" Oknum Polisi. Aneh, ya? Sekalipun akhirnya Tiga Jenderal
Polisi Terjungkal di Kasus Buron Djoko Tjandra, namun hal itu semakin membuka
mata rakyat betapa bobroknya penegakan hukum negara kita.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin
Saiman mengungkap, Brigjen Polisi Prasetyo Utomo pernah mengawal Djoko
Tjandra dari Jakarta ke Pontianak, Kalimantan Barat menggunakan
jet pribadi. Pengawalan ini bertujuan untuk memperlancar perjalanan Djoko
Tjandra, buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali.
Seiring dengan itu, masih berkaitan dengan kasus Koruptor
Djoko Tjandra, Nama Jaksa Pinangki Sirna Malasari belakangan
jadi sorotan publik. Selain karena tersangkut kasus dugaan menerima suap dari
Joko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra, namanya juga jadi buah bibir
karena gaya hidupnya yang glamor.
Bahkan sempat kedapatan melakukan operasi hidung di klinik
kecantikan ternama di AS yakni New York Center for Plastic Surgery. Padahal,
besaran gaji dan tunjangan yang diterima Pinangki sebagai pejabat eselon
golongan IV PNS, tak jauh berbeda dengan PNS lainnya yakni sekitar Rp
12.140.434/bulan. Dengan gaji segitu, Pinangki ternyata memiliki sejumlah harga
yang bikin geleng-geleng kepala!
Maka, dapatlah dikatakan saat, ini negara Indonesia sedang
terombang-ambing. Bukan karena ancaman dari luar tapi justru ancaman dari bangsa
sendiri. Ancaman itu berasal dari lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
Pasalnya, masalah penegakan hukum dan keadilan adalah tantangan terbesar bagi
bangsa ini.
Karena itulah, Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu mendesak pemerintah Jokowi-Ma'ruf agar penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas tanpa pandang bulu. Penegakan hukum itu, utamanya pada kasus-kasus korupsi. Program dan anggaran pembangunan telah disediakan, namun korupsi selalu menggerogoti dana yang ada. Jika dibiarkan, maka Indonesia akan kalah dalam pertarungan kemajuan bersama negara lain.
Demikianlah, sekelumit gambaran berapa lemahnya penegakan hukum di negara yang sudah 75 tahun merdeka ini. Mengapa hukum di Indonesia sangat lemah? Ini 10 di antara penyebabnya,
- Lemahnya Spiritualitas Dalam Beragama,
- Lunturnya Budaya Malu,
- Ketidakserasian antara nilai, kaidah, dan pola perilaku (tritunggal),
- Faktor hukumnya itu sendiri,
- Faktor penegak hukumnya,
- Faktor Pembelaan Hukum, Advokad dan Pengacara,
- Proses Rekruitmen Penegak Hukum,
- Kebutuhan, Kesempatan dan lemahnya pengawasan yang berkelindan pada ruang dan waktu bersamaan,
- Godaan Ekonomi karena Gaya Hidup Konsumtif,
- Kurangnya kesadaran masyarakat untuk mentaati hukum,
Berdasarkan sepuluh penyebab rapuhnya penegakan hukum tersebut di
atas, maka dapat dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting
dalam memfungsikan hukum. Jadi, faktor manusianya yang menyebabkan bobroknya
penegakan hukum di Indonesia.
Dalam kaitan itulah, Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu, mengusulkan perlunya Revolusi Spiritual di
kalangan Penegak dan Pembela Hukum. Sehingga
bangsa Indonesia dapat Menyandarkan Keadilan dengan Cinta dan Spiritualitas.
Pemikiran semacam itu berangkat pada pemahaman hukum yang
tidak hanya bersifat formal, yang mementingkan peraturan, prosedur dan logik,
tetapi lebih menekankan pada perkembangan mutahir ilmu pengetahuan (the
pronter changing of science), yang memahami ilmu sebagai satu kesatuan
(the
unity of knowledge) yang tidak lepas dari fakta emfirik dan realitas
alam dan perilaku sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai yang menyertainya,
seperti etik, moralitas dan nilai-nilai spiritual.
Revolusi spiritual berarti mengembalikan lagi
nilai-nilai luhur budaya spiritual asli dari bangsa ini. Jika hal tersebut bisa diterapkan
secara integral dalam hukum, maka akan menciptakan bangsa yang berkepribadian
dan berkarakter. Bukan sebaliknya, hanya memindahkan paham-paham asing
secara utuh yang pada gilirannya akan mengakibatkan bangsa ini terperangkap
dalam cengkeraman Sekuler Kapitalis dan Sosialis. Karena itulah, Revolusi
spiritual dalam rangka mengembalikan nilai-nilai nasionalisme bagi bangsa
Indonesia sangatlah strategis dan harus secepatnya dilakukan. (az).