-->
logo

10 Kasus Pelanggaran HAM Mandek ? Semoga Segera Tuntas !

Hot News

Hotline

10 Kasus Pelanggaran HAM Mandek ? Semoga Segera Tuntas !

 

SKJENIUS.COM, Jakarta,-- Sederetan kasus pelanggaran HAM ternyata juga banyak bermunculan di Indonesia. Masalah ini hadir sejak puluhan tahun yang lalu. Namun pemerintah saat ini bahkan pendahulunya tak mampu menuntaskannya hingga benar-benar clear! Alasan para pemimpin biasanya mereka berfokus pada masalah ekonomi. 

Setidaknya sampai 12 Desember 2019 ada 10 kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu yang Ditangani pemerintah, yaitu:

  1. Peristiwa 1965 - 1966,
  2. Penembakan Misterius (1982 - 1986),
  3. Pembantaian Talangsari, Lampung (1989),
  4. Tragedi Rumoh Geudong di Aceh (1989 - 1998),
  5. Penembakan Mahasiswa Trisakti (1998),
  6. Penculikan dan Penghilangan Orang Secara Paksa (1997 - 1998),
  7. Tragedi Semanggi I dan II (1998 - 1999),
  8. Tragedi Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA) di Aceh (1999),
  9. Peristiwa Wasior, Manokwari, Papua (2001),
  10. Kasus Wamena, Papua (2003)

Sementara itu, Koordinator Badan Pekerja, KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), Fatia Maulidiyanti, sebagaimana ditulis dalam https://kontras.org, menyebutkan sejumlah peristiwa kelam hak asasi manusia di Bulan September dari masa ke masa senantiasa hadir dalam mengingatkan negara memenuhi tanggung jawabnya. Tragedi pembantaian 1965-1966, tragedi Tanjung Priok 1984, tragedi Semanggi II 1999, Pembunuhan Munir 2004, hingga brutalitas aparat dalam aksi Reformasi Dikorupsi 2019 menunjukkan rantai kekerasan terus berlanjut tanpa ada satupun mata rantai yang diselesaikan secara tuntas dan secara berkeadilan. Dari rangkaian peristiwa yang berlangsung hingga kini, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan mengenangnya sebagai September Hitam.

Menurut, Fatia Maulidiyanti, KontraS melihat negara semakin menjauh untuk menuntaskan deretan peristiwa di atas. Negara semakin tidak punya malu menunjukkan langkahnya dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tersebut. Hal ini terlihat dari aktor-aktor yang terlibat dalam peristiwa pelanggaran HAM tersebut masih bisa menduduki posisi atau jabatan penting dalam pemerintahan, pernyataan pejabat publik yang kontradiktif dengan arah penyelesaian kasus, hingga ketidakjelasan dalam merevisi UU Pengadilan HAM.

Pada momentum September Hitam 2020, KontraS terus mendesak negara untuk menyelesaikan daftar hitam kasus pelanggaran HAM secara berkeadilan dalam kerangka hak asasi manusia yang melingkupi keseluruhan aspek kebenaran, keadilan, reparasi, dan jaminan ketidakberulangan guna menghapus impunitas dan menebus dosa negara di masa lalu.

Atas dasar tersebut, KontraS mendesak agar:

1. Jaksa Agung melakukan penyidikan terhadap seluruh kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang telah selesai diselidiki oleh Komnas HAM agar keseluruhan kasus tersebut dapat segera ditindaklanjuti sesuai dengan mandat UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM melalui proses yudisial;

2. Komnas HAM dan LPSK berkoordinasi untuk memberikan upaya pemulihan yang menyeluruh kepada seluruh korban pelanggaran HAM sebagai bentuk reparasi yang dilakukan secara beriringan dengan proses yudisial terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM berat;

3. Pemerintah dan DPR RI segera melakukan revisi terhadap UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM agar dapat secara lebih efektif menjadi landasan hukum baik bagi penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial maupun pemenuhan hak reparasi bagi korban.

Komnas HAM Banyak Terima Aduan Dugaan Pelanggaran HAM yang Libatkan Kepala Daerah

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM) Hairansyah mengungkapkan, pihaknya banyak menerima aduan dugaan pelanggaran HAM yang melibatkan jajaran kepala daerah.

Pengaduan ini terkait dugaan pelanggaran di berbagai sektor. "Dalam banyak pengaduan yang disampaikan ke Komnas HAM, pemerintah daerah adalah salah satu pihak yang paling banyak diadukan terkait dengan dugaan pelanggaran HAM," kata Hariansyah dalam sebuah diskusi virtual yang digelar Rabu (29/7/2020).

Menurut Hariansyah, pengaduan yang diterima Komnas HAM itu misalnya terkait kasus konflik agraria, sumber daya alam, dan lingkungan hidup. "Lalu konflik masyarakat adat, kelompok rentan, perburuhan, tenaga kerja, yang seluruhnya melibatkan pemerintah daerah," tambahnya, sebagaimana dilansir https://nasional.kompas.com.

Melihat kecenderungan itu, Hariasnyah menyebut bahwa kepala daerah punya peran penting dalam proses penegakan dan perlindungan HAM di daerah. "Hal itu sebenarnya juga telah diatur dalam Pasal 28e Ayat (4) Undang Undang Dasar 1945 yang menyebut bahwa tanggung jawab pelaksanaan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan HAM ada pada negara, terutama pemerintah, termasuk pemda," kata Hariasnyah.

Sebagai rakyat kecil tentu saja, kita berharap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dapat memberikan solusi terbaik untuk menyelesaikan berbagai kasus HAM tersebut di atas. (az).




This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.