-->
logo

INNER POWER: Revolusi Spiritual Modal Kebangkitan Indonesia

Hot News

Hotline

INNER POWER: Revolusi Spiritual Modal Kebangkitan Indonesia

 


SKJENIUS.COM, Cikarang.-- Dalam beberapa bulan terakhir di tahun 2020 ini, melalui berbagai webinar maupun media online banyak pakar ekonomi senior yang membedah dan membeberkan sejumlah akar masalah perekonomian Indonesia di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, sampai hari ini pertumbuhan ekonomi di era jokowi Gagal Meroket 7 persen, sebagaimana yang dijanjikan pada kampanye sebelum Pilpres 2014.

Sepanjang lima tahun periode pertama pemerintahan Jokowi, ekonomi Indonesia mentok di kisaran 5 persen. Bahkan, Makin Loyo! PDB Kuartal IV-2019 Tumbuh 4,97%, Terendah Sejak 2016. Kemudian, Ekonomi Kuartal I 2020 Tersungkur, hanya sebesar 2,97 persen. Terendah Sejak era Gus Dur. Akhirnya, anjlok, dihantam Pandemi Covid-19,  Pertumbuhan Ekonomi RI Minus 5,32 Persen pada Kuartal II-2020. Sementara itu, sampai Februari 2020, Utang Indonesia Tembus Rp 6.376 Triliun. Indonesia Terancam Resesi?

Sehubungan dengan perkembangan ekonomi Indonesia, Wakil Presiden Indonesia periode 2009 – 2014, Boediono, mengingatkan setiap jajaran di pemerintahan saat ini agar selalu belajar dari sejarah perekonomian bangsa di masa lalu. Tujuannya agar dapat menelurkan kebijakan yang tepat dalam rangka menyelesaikan permasalahan perekonomian sekarang. Dengan begitu, pemerintah tidak kembali terjerumus ke lubang kesalahan yang sama.

Menurut dia, memahami sejarah perekonomian bangsa merupakan suatu hal yang sangat penting, terutama saat akan mengambil kebijakan perekonomian yang akan berdampak kepada masyarakat luas. Pembelajaran terhadap sejarah ini akan menghindarkan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang tidak tepat. Selain itu, menghindarkan dari kebijakan yang hanya menyelesaikan masalah di permukaan, tidak sampai ke akar persoalannya.

Nah, berbicara soal akar persoalan ekonomi Indonesia, saya sependapat dengan Sandiaga Uno yang mengatakan, Pandemi Covid-19 Ini Jadi Pengingat Ekonomi Kita yang Terlalu Kapitalis.

"Melalui pandemi ini, bisa jadi pengingat kita, mungkin ekonomi kita yang saat ini terlalu kapitalis yang pertumbuhannya dari dulu terus naik dan naik. Namun, diakibatkan pandemi, pertumbuhannya malah tidak berkelanjutan," tambahnya.

Ya...Inilah akar permasalahan ekonomi Indonesia saat ini, sistem ekonomi yang berkembang saat ini beraroma Kapitalis. Padahal ekonomi kapitalis berakar dari paham sekularisme yang memisahkan agama dan spiritualitas dari politik dan ekonomi.

Menurut Khoirun Nisa, dalam bidang ekonomi, sekularisme akan berdampak kepada tindakan manusia yang memiliki prinsip Utilitarianisme.  Manusia membedakan “benar” dan “salah”, “baik” dan “buruk” hanya dari kacamata kesenangan belaka. Selain itu, dalam melakukan kegiatan ekonomi manusia hanya didorong oleh Self-interest, memenuhi kepentingan diri sendiri. Manusia dididik menjadi egois dan tidak peduli dengan kesusahan orang lain.

Utilitarisme dan Self-interest pada akhirnya hanyalah menciptakan manusia-manusia yang sangat giat bekerja, ambisius dalam mengakumulasi modal sebanyak-banyaknya dengan cenderung menghalalkan segala cara, tetapi melupakan sesama. Ekonomi hanya membahas tentang fungsi produksi dan konsumsi, tetapi abai terhadap distribusi.

Lebih lanjut Mahasiswa Magister Sains Ekonomi Islam Universitas Airlangga itu memaparkan, Sistem ekonomi kapitalisme yang bernafaskan sekularisme memang telah berhasil meningkatkan kesejahteraan bagi sebagian kecil masyarakat, tapi tidak pernah bisa menciptakan pembangunan yang adil dan merata bagi semua masyarakat. Kesenjangan semakin lebar karena kue ekonomi hanya berputar di kelompok-kelompok elite dalam masyarakat dan dinikmati oleh mereka. Sementara sebagian besar orang miskin harus berjuang keras untuk bisa bertahan hidup.

"Kapitalisme, memotivasi seseorang untuk mengakumulasi modal sebanyak-banyaknya dengan menggunakan segala cara, mengorbankan orang lain, biarkan orang lain menderita asalkan diri sendiri mendapat laba berlimpah," pungkasnya.

Maka, pertanyaan yang muncul adalah, ketika kapitalisme yang membawa semangat sekularisme telah gagal menciptakan pembangunan ekonomi yang adil. Apakah pemerintahan Jokowi-Ma'ruf tidak ingin memanfaatkan ancaman resesi ekonomi di tengah Prahara Covid-19 ini, sebagai Titik Balik (turning point) kembali ke Jati Diri bangsa yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan mengembangkan Sistem Ekonomi Pancasila yang ber basiskan spiritualitas gotong royong?

The Spiritual Challenge Of Modern Times

Sebetulnya jauh sebelumnya merebaknya wabah corona, sudah  banyak 'Ulama dan Budayawan serta kalangan akademis yang mengingatkan bahaya sekularisme dan kapitalisme yang semakin mencengkeram kehidupan masyarakat modern, termasuk Indonesia.

Pasalnya, kehidupan masyarakat modern identik dengan mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga adanya pengagungan terhadap nilai-nilai yang bersifat materi dan meninggalkan unsur-unsur yang sifatnya spiritual.

Karena itulah kalangan akademisi mengingatkan bahwa  Indonesia Alami Krisis Spiritual Akut.  Krisis spiritual ini dinilai bukan hanya terjadi pada sebagian kalangan lapisan masyarakat saja. Tapi bahkan hampir melingkupi seluruh elemen bangsa.

Hal ini disampaikan Dosen Ilmu Filsafat, Tauhid dan Tasawuf Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Hamdani dalam diskusi refleksi akhir tahun Krisis Spiritual Bangsa yang digelar di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Jumat (27/12/2013).

Karuan saja, Spiritualitas di dalam masyarakat Indonesia sekarang ini pun mendapat tantangan. Kita melihat masuknya budaya populer, budaya komoditas, gaya hidup konsumerisme dan permainan citra, yang pada tingkat kedalaman tertentu telah menyeret berbagai realitas ritual keagamaan ke dalam ruang-ruang pengaruhnya.

Maka, bertumbuh secara spiritual di dunia yang ditentukan oleh kekuasaan, uang, dan pengaruh adalah tugas yang sangat berat. Orang sekarang lebih mementingkan kebutuhan yang berupa materi daripada kebutuhan spiritual. Banyak orang hanya sibuk memenuhi waktunya dalam mencapai hasrat keinginan daging, sehingga lupa dengan kebutuhan batinnya.

Padahal, bertumbuh secara spiritual adalah sesuatu yang penting dan harus kita lakukan. Itu sebabnya perlu adanya penyadaran kembali akan karakteristik bangsa yang mewarisi Budaya Spiritual Nusantara yang Luhur. Karena lama-kelamaan bangsa ini akan hancur berkeping-keping karena sikap masyarakatnya sendiri yang tidak mendukung pembangunan di negeri ini.

Orientasi kemewahaan saat ini akan sangat berpengaruh pada gaya hidup generasi penerus bahkan para pemimpin di negeri ini. Sehingga masyarakat kita mulai terperangkap gaya hidup budaya hedonis, sebuah paham yang digabungkan dengan gaya hidup materialis.

Jangan sampai negeri yang sudah bergelimang hutang ini, bergaya hidup mewah dengan hutang-hutang yang lain. Padahal, sampai Februari 2020, Utang Indonesia Tembus Rp 6.376 Triliun. Jika ini dilakukan tentu akan sangat membahayakan eksistensi bangsa dan Negara ini

Importance of Spirituality in the Contemporary

Di dalam jurnal yang ditulis oleh Sofa  Muthohar, secara alamiah manusia itu bagian dari Tuhan, jika manusia melupakan-Nya maka akan terjadi adanya ketidak seimbangan dalam diri manusia tersebut dan juga ketidak seimbangan dengan jagat raya dan penciptanya.

Dapat diartikan bahwa manusia membutuhkan pengetahuan akan spiritualitas mereka terhadap Tuhan untuk memberikan adanya keseimbangan di dalam dirinya dengan penciptanya. Memiliki pengetahuan akan spiritualitas dan melaksanakan nya dalam kehidupan akan memunculkan sikap baik kepada dirinya sendiri maupun terhadap orang lain secara fisik maupun non-fisik.

Karena itulah, suatu gerakan perbaikan yang terjebak hanya sibuk dengan sarana dan prasarana bendawi semata, tak akan bisa sampai pada tujuan yang dicita-citakan. Kalau toh sampai pada puncak kekuasaan, mereka tidak akan menjadi lebih baik dari generasi sebelumnya yang digantikan. Baju berubah, tapi sesungguhnya jiwa raga yang memakainya tetap sama.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu kita sadari bersama bahwa Pentingnya Spiritualitas di dunia Kontemporer saat ini. Tanpa penghayatan spiritual yang dalam, orang akan kehilangan apa yang disebut penyair John Keats sebagai negative capability, yakni kesanggupan untuk berdamai dengan ketidakpastian, misteri, dan keraguan dalam hidup.

Dalam A Study of History, sejarahwan terkemuka Inggris Arnold Toynbee melakukan pelacakan terhadap faktor kebangkitan dan kejatuhan sekitar dua puluhan peradaban. Pada setiap kasus, Toynbee mengaitkan disintegrasi peradaban dengan proses melemahnya visi spiritual peradaban tersebut. Singkat kata, bangunan negara (dan peradaban) tanpa landasan transenden, ibarat bangunan istana pasir. Studi Toynbee tersebut mengisyaratkan adanya hubungan yang erat antara nilai-nilai spiritual keagamaan dengan kemajuan bangsa dan peradaban.

Jadi, untuk membangkitkan kejayaan Indonesia, maka terlebih dulu harus melakukan Revolusi Spiritual untuk mengembangkan Kekuatan Batin rakyatnya. Inilah yang terpenting bagi bangsa ini sekarang, karena ketika kita mau patuh dalam menegakkan hukum Allah melalui jalan penghayatan spiritual, maka Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang akan mengangkat derajat kita.

Karunia dan kenikmatan yang berlimpah akan hadir dalam kehidupan di bangsa ini. Sedangkan peradaban yang gemilang akan mengulangi kejayaan leluhur di masa lalu. "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf [7]: 96).

Imam Nawawi menyebut bahwa yang dimaksud dengan berkah adalah tumbuh, berkembang, atau bertambah; dan kebaikan yang berkesinambungan. Semoga! (az).




This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.