-->
logo

Kita Tidak Pernah Sendiri. Allah Selalu di Samping Kita, Terus-menerus Membimbing Kita Menyelesaikan Kesulitan

Hot News

Hotline

Kita Tidak Pernah Sendiri. Allah Selalu di Samping Kita, Terus-menerus Membimbing Kita Menyelesaikan Kesulitan

SKJENIUS.COM, Cikarang.- SUBHANALLAH! Sejak mewabahnya virus corona, sudah delapan purnama, kita hidup dalam kecemasan, kekhawatiran dan kesulitan ekonomi. Dampak pandemi Covid-19  dirasakan hampir semua lapisan masyarakat. Baik masyarakat awam hingga pengusaha di Tanah Air tak luput dari dampaknya. Apalagi, Ekonomi Indonesia masuk ke jurang resesi. BPS mengumumkan pada kuartal III/2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi -3,49 persen.

Hidup memang tidak selalu manis, ada saatnya kita merasakan pahit dalam menjalani hidup. Hidup bagaikan roda yang berputar, kadang di atas dan kadang di bawah. Dan tidak semua orang mampu menghadapinya dengan ikhlas tanpa keluhan.

Manusia memang sangat akrab dengan masalah, dari bangun tidur sampai tidur lagi masalah itu selalu menemani. Bahkan dengan masalah, tidak sedikit dari mereka yang memilih jalan pintas. Namun, apakah kita tak pernah berpikir bahwasanya Allah selalu ada untuk memelihara dan menolong kita? Ataukah kita tak merasakan kasih sayang yang Allah hadirkan untuk kita?

Mungkin, ini adalah misteri dan keajaiban dan kita belum bisa benar-benar memahaminya.  Meskipun demikian, itu benar dan pasti.  Jika Anda belum mengalaminya, mintalah. Mohonlah supaya Allah hadir ke dalam hidup Anda dengan begitu jelas sehingga Anda bisa melihatnya dan merasakannya. 

Allah hadir dalam kehidupan kita. Dia tak terlihat karena Maha gaib. Namun, kita bisa merasakan kehadiran-Nya, pada diri kita, pada diri orang lain, juga pada lingkungan; tetumbuhan dan hewan-hewan, serta lebih luas alam semesta. Dia melihat semua makhluk-Nya. Allah berfirman, "Dan Dia adalah beserta kamu di mana saja kamu berada." (QS al-Hadid : 4).

Bagaimana Merasakan Kehadiran Allah Dalam Kehidupan kita?

Allah yang Menciptakan kita dan kepada-Nya kita mengabdi adalah Allah yang Maha Hadir dalam kehidupan kita. Allah itu, Maha Kuasa, sehingga tidak terbatas ruang dan waktu. Dia hadir dan menyertai kita bukan saja di saat-saat suka tapi juga di saat-saat duka.

Namun berbicara hal “merasakan kehadiran Allah” adalah hal yang eksklusif dan menguatkan iman yang dirasakan oleh orang-orang yang mengenal-Nya. Mengapa eksklusif? Karena kebenaran mutlak bahwa Allah Maha Hadir mungkin tidak mampu diyakini dan dialami oleh semua orang.

Hanya orang-orang pilihan-Nya dan mereka yang hidup "manunggal" dalam Iradat dan Qudrat-Nya. Yaitu mereka yang hidup sesuai dengan Petunjuk-Nya. Mereka inilah yang atas Izin-Nya yang sungguh dapat merasakan kehadiran Allah dan campur tangan Allah dalam setiap detil kehidupannya.

Pada umumnya, kita memahami “merasakan kehadiran Allah”, pada saat kita sedang hening dalam sepi, berdo'a sendiri di dalam kamar, saat melakukan zikir, atau saat mengaku dosa (tobat), dan lain-lain. Dengan kata lain merasakan kehadiran Allah lewat ritual-ritual ibadah yang sering kita lakukan. Memang hal ini benar adanya karena saat-saat khusyu’ biasanya kita dapat “lebih merasakan” kehadiran Allah, ada perasaan damai sejahtera, sukacita, ketenangan, dan lain-lainnya.

Untuk itu setiap orang beriman  penting menyediakan waktu yang berkualitas  dengan Allah yang bukan sekedar aktivitas ritual, namun menghayati dan menikmatinya penuh pasrah diri pada-Nya. “(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Rabb-nya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. al-Baqarah: 112).

Merasakan kehadiran Allah adalah hal yang eksklusif, dan menguatkan iman artinya hal ini bukan sekedar apa yang kita rasakan atau mungkin situasi yang membuat kita terhanyut dalam emosi seperti misalnya suasana ibadah yang sangat mengesankan sehingga kita mengklaim kita merasakan kehadiran Allah tapi setelah kita kembali dalam kehidupan kita sehari-hari, kita lupa apa yang kita rasakan, kita lupa apa yang kita do'akan, semuanya tertinggal di tempat ibadah.

Merasakan kehadiran Allah adalah impact dari sikap hidup dan komitmen kita untuk tetap berada di dalam Kehendak (Iradat) serta berserah diri pada Kuasa (Qudrat)-Nya. Merasakan kehadiran Allah dalam ritual-ritual ibadah adalah baik namun hendaknya kita sebagai orang beriman, merindukan suasana yang lebih tinggi lagi yaitu merasakan kehadiran Allah secara nyata lewat pengalaman rohani bersama Allah.

Coba kita renungkan sejenak, tafakkurlahlah, "Mengapa hari ini kita menghadapi kesulitan ekonomi dan keuangan di tengah jepitan pandemi Covid-19?"

Silakan refleksi diri dan rasakan, bukankah, selama delapan bulan ini, sekalipun kita menghadapi berbagai problema kehidupan yang sulit, namun sampai hari ini ini masih hidup dan bisa mengatasi masalah satu persatu. Siapa yang menolong kita, siapa yang memelihara kita, siapa yang memberi kita petunjuk, kalau bukan Allah?

Semoga melalui renungan, tafakkur dan refleksi diri ini, kita bisa kita merasakan  bahwa Allah hadir dalam hidup kita, menolong kita dalam menghadapi situasi dan kondisi yang kita hadapi saat ini, di tengah jepitan pandemi dan ancaman resesi ekonomi.

Maka, pada saat-saat seperti itu, kita bukan hanya merasakan kehadiran Allah tapi iman kita juga makin diteguhkan oleh Allah. Kita dapat melewati saat-saat yang sulit dalam kehidupan kita dan dimampukan-Nya mengucap syukur dengan tulus kepada Allah.

Sungguh menakjubkan pada saat kita merasakan bagaimana Allah hadir sepenuhnya dalam hidup kita. Inilah yang Nabi SAW sebut sebagai ihsan. "Ihsan adalah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Jika merasakan kehadiran Allah, kita akan selalu berada di jalan kebaikan dan menjauhi jalan keburukan. Karena Kita selalu merasa berada dalam pengawasan Allah. Inilah yang disebut oleh Guru Mursyid kita, Allahyarham Syaikh Inyiak Cubadak sebagai Muraqabah.

Kehadiran Allah di Tengah-tengah Umat Islam

Umat Islam merupakan umat terbaik yang dikhususkan Allah (terpisah dari umat yang lain) untuk menyatakan kehadiran-Nya di tengah-tengah mereka. Kata “umat” sendiri sudah mengandung makna yang mengacu kepada suatu kumpulan orang tertentu yang memiliki identitas yang khusus, berbeda dengan kumpulan yang lain.

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” – (QS Ali ‘Imran: 110)

Keberadaan umat Islam sebagai umat terbaik (khairu ummah) adalah semata-mata karena kehendak (iradat), anugerah dan belas kasihan Allah untuk hadir di antara mereka. Allah telah memanggil umat Islam keluar dari kegelapan kepada Cahaya-Nya yang ajaib, dan mereka telah beroleh Kasih Sayang-Nya. Dengan demikian, kehadiran Allah di tengah-tengah umat Islam adalah semata-mata anugerah Allah, tindakan inisiatif Allah yang menjadikan kita umat-Nya yang terbaik.

Karena itu, kehadiran Allah di tengah-tengah kehidupan Islam merupakan satu keniscayaan. Namun demikian, bagaimanakah realita kehidupan dan kondisi yang kita hadapi hari ini. Sudahkah kita merasa hidup sebagai umat terbaik? Mari kita renungkan bersama!

Sejujurnya, setiap kali mendengar ungkapan khairu ummah (umat terbaik), pikiran kita akan terbang melayang jauh ke masa silam. Tiada lain, kecuali membayangkan sebuah kehidupan yang berkeadaban semasa hidup baginda Nabi Muhammad SAW.

"Sebaik-baik kalian adalah orang-orang yang hidup pada masaku (shahabat), kemudian orang-orang pada masa berikutnya (tabiin), kemudian orang-orang pada masa berikutnya (tabiut tabiin). Setelah itu, akan datang orang-orang yang memberikan kesaksian, padahal mereka tidak diminta kesaksian. Mereka berkhianat dan tidak dapat dipercaya. Mereka bernazar tapi tidak melaksanakannya dan di antara mereka tampak gemuk" (HR Bukhari).

Pesan tersebut terkait erat dengan firman Allah SWT, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah ..." (QS Ali Imran [3]: 110). Ungkapan ini bukan semata sanjungan, melain kan tantangan. Bukan pula utopia. Namun, apakah ia permanen atau bisa lenyap tak berbekas? Sebenar nya, ia "menjadi" bukan "dimiliki". Artinya, menjadi umat terbaik itu adalah sebuah perjuangan dan pengorbanan yang tak pernah henti.

Jika tidak diperjuangkan, ia akan hilang ditelan zaman dan perubahan. Prof Quraish Shihab dalam Tafsir al- Misbah menyebutkan tiga syarat yang harus dipenuhi untuk meraih kedudukan sebaik-baik umat, yaitu amar makruf, nahi mungkar, dan berpegang teguh pada ajaran Allah.

Buya Hamka dalam Tafsir al- Azhar menegaskan, ayat ini hendak lah dibaca dari bawah, yakni “beriman kepada Allah, itulah permulaan kebebasan jiwa. Berani melarang yang mungkar, itulah akibat pertama iman kepada Allah. Berani menyuruh manusia kepada yang makruf, itulah tugas hidup. Jika belum sanggup untuk seluruh dunia, mulailah dalam negara sendiri. Jika belum sanggup untuk negara, mulailah di kampung halaman. Jika belum sanggup di rumah tangga, mulailah dari diri sendiri." (az).

This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.