-->
logo

MENGAPA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN JALAN TOL BELUM PACU PERTUMBUHAN EKONOMI !?

Hot News

Hotline

MENGAPA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN JALAN TOL BELUM PACU PERTUMBUHAN EKONOMI !?

 

SKJENIUS.COM, Jakarta.— Presiden Jokowi nampaknya ngotot untuk tetap menggenjot proyek strategis khususnya bidang infrastrukur di tengah belum melemahnya virus corona. Proyek infrastruktur dianggap bisa menyerap banyak tenaga kerja. Selain itu, pembangunan infrastruktur dinilai menjadi salah satu strategi untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Dengan membangun infrastruktur, khususnya jalan tol, pemerataan ekonomi akan tercipta.


Padahal, sebelum wabah corona saja, pembangunan Infrastruktur yang dijadikan fokus utama pada pemerintahan jilid pertama Presiden Joko Widodo dinilai Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah belum efektif mendorong pertumbuhan ekonomi. Ia menegaskan, hal itu bukan berarti kegagalan dalam pembangunan infrastruktur, hanya saja menurutnya, pembangunan ekonomi harusnya tidak hanya fokus pada salah satu sektor saja.


Sementara itu, Ketua Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu, KGPH Eko Gunarto Putro mengingatkan, mungkin Jokowi lupa bahwa walau bagaimana pun, pembangunan infrastruktur akan menjadi beban dalam jangka pendek, namun jika dikelola dengan baik, akan menimbulkan efek berganda dalam jangka panjang. Karena itulah Pemerintah perlu memastikan efek jangka pendeknya bisa dikendalikan, sementara momen untuk jangka panjangnya tetap terjaga.


Menurut Kangjeng Eko pembangunan infrastruktur memang masih sangat diperlukan, dan kekurangan pasokan infrastruktur kita sudah terlalu parah. Namun, membangun tanpa manajemen risiko yang baik juga berbahaya. “Apalagi, pembangunan infrastruktur bukanlah segala-galanya. Masih ada banyak aspek lain yang juga harus dikembangkan dalam rangka meningkatkan daya saing dan produktivitas bangsa,” tandasnya.


Sementara itu, survei yang dilakukan Parameter Politik Indonesia menunjukkan responden menganggap Presiden Jokowi kurang maksimal menangani permasalahan kesejahteraan rakyat. Selain itu, ia juga dianggap kurang dalam menyediakan lapangan pekerjaan, mengurangi kemiskinan, menjaga harga, serta lemahnya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.


Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengatakan hal tersebut di kantor Parameter Politik Indonesia, Jakarta Selatan pada Kamis, 17 Oktober 2019. “Survei ini memang yang pertama kali dipublikasi oleh Parameter Politik Indonesia. Namun, kalau dibandingkan dengan survei-survei lembaga lain sebelumnya, Adi menyebut tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi memang menurun,” katanya.


Riskan, Membangun Infrastruktur Dengan Utang !?


Selain itu, banyak kalangan merasa riskan, jika pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur dengan utang luar negeri. Pasalnya mereka menilai sebagian besar dana pembangunan infrastruktur diperoleh dari pinjaman luar negeri. Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mencapai US$408,6 miliar atau setara Rp6.026,85 triliun (kurs Rp14.750 per dolar AS) pada kuartal II 2020. Jumlah utangmeningkat 5 persen secara tahunan, dari US$391,8 miliar pada kuartal II 2019.  Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan peningkatan utang berasal dari transaksi penarikan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta pada periode April-Juni 2020.


Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan, ketergantungan utang luar negeri punya dampak negatif bagi perekonomian. Pertama, pinjaman dalam bentuk valas akan menyedot suplai dolar di dalam negeri. 


“Artinya pemerintah harus menyediakan pembayaran bunga utang dan cicilan pokok dengan stok valas yang besar. Wajar jika kurs rupiah menjadi mudah melemah dalam jangka panjang,” katanya saat dihubungi di Jakarta kemarin. 


Kedua, pembiayaan utang luar negeri yang cukup dominan membuat rasio debt to service meningkat. “Kalau utangnya valas ya harus dicari sumber valas. Padahal di tengah situasi pandemi kinerja ekspor dan devisa pariwisata sedang melemah. Implikasinya risiko kemampuan bayar utang makin besar,” katanya.


Ketiga, arus utang luar negeri menimbulkan risiko portofolio. Investor asing beli utang easy in dan easy go. Kalau terjadi penurunan minat membeli utang valas bisa terjadi capital outflow besar-besaran. “Ini kan situasinya ada quantitative easing The Fed yang membuat investor berburu surat utang di negara berkembang. Jika terjadi tapering off, apa dananya tidak outflow? Apa antisipasinya? Itu yang perlu dipikirkan pemerintah dan BI,” beber dia.


Optimalkan Potensi Dalam Negeri


Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Dewan Perancang Partai Nusantara Bersatu menyarankan sebelum kembali menggeber pembangunan infrastruktur di tengah pandemi Covid-19 ini, ada baiknya Jokowi berkaca dulu ke belakang. Apalagi saat ini Indonesia sedang berada di tepi jurang Resesi. Sepanjang periode pertama pemerintahannya, dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi terbilang minim. 


Selama era Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat rata-rata pertumbuhan ekonomi hanya 5,04% per tahun. Berikut data pertumbuhan ekonomi era Presiden Joko Widodo : 2015 : 4,88%, 2016 : 5,03%, 2017 : 5,07%, 2018 : 5,17% . Ini artinya, dampak pembangunan infrasturktur terhadap kantong masyarakat Indonesia juga minim.


Senada dengan itu, Ekonom Senior yang juga merupakan Founder dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Hendri Saparini mengatakan, pemerintah sebaginya tidak terobsesi dan hanya fokus mengejar angka-angka, agar pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 positif, sebab, hal itu dinilai tidak produktif karena waktunya memang hanya tinggal satu bulan lagi. 


Pemerintah, kata Hendri, sebaiknya fokus saja pada optimalisasi potensi produk dari dalam negeri. Hal ini, kata dia, secara otomatis akan mendorong penyerapan produk dalam negeri, yang mana hal itu bakal menggairahkan sektor manufaktur, termasuk UMKM yang ada. 


"Kita tinggal punya waktu September, empat bulan kita punya waktu, itu artinya sebaiknya kita tidak kejar pertumbuhan, kita gak tumbuh tinggi gak papa, global banyak yang resesi. Yang penting optimalkan potensi dalam negeri," ujar Hendri dalam diskusi virtual hari ini, Jumat (21/8/2020). (az).




This blog is created for your interest and in our interest as well as a website and social media sharing info Interest and Other Entertainment.